Setelah DPP PDIP resmi mengumumkan pasangan bacalongub Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Syaiful Hidayat (kita singkat saja pasangan "Badja"), kini saya coba membuat analisa tentang dinamika Pilkada pada 4 bulan ke depan, khususnya bagaimana kira-kira kontestasi antara para pasangan calon yang maju. Kini sudah ada satu setengah pasangan bacalongub, yaitu: 1) Pasangan Badja yg diusung PDIP, Golkar, Nasdem, dan Hanura); dan 2). Pasangan yg masih setengah, yakni Sandiaga Uno (SU) yg diusung Partai Gerindra. Saya katakan setengah, karena SU belum jelas siapa pasangannya, bahkan apakah ia akan jadi bacalongub atau cukup sebagai cacawagub saja.
Slain parpol-2 pengusung petahana, kini masih ada parpol-2 yg belum memastikan siapa yg akan mereka usung, yaitu Gerindra (15 kursi), PKS (11 kursi), Demokrat (10 kursi), PPP (10 kursi), PKB (6 kursi) dan PAN (2 kursi). Semua parpol itu tidak mungkin bisa mengusung pasangan bacalongub sendiri tanpa koalisi, karena perolehan kursi masing-masing di DPR tdk memenuhi batas 22 kursi. Secara teoretis Gerindra memungkinkan utk membentuk koalisi cukup dg salah satu dari parpol-2 ini: PKS, PD, atau PPP, utk bisa memenuhi syarat minimum pengajuan pasangan bacalongub. Tetapi tidak demikian dg PD, PPP, dan PKB, apalagi PAN. Maka jika PKB dan PAN 'jual mahal' atau memaksakan kemauan, misalnya, mereka akan tersingkir. Yang bisa melakukan tawar menawar yg berarti hanyalah Gerindra, PD, PKS dan PPP.
Namun seperti sudah menjadi pengetahuan umum, parpol punya peran penting hanya untuk mengantar pasangan calon dan, sampai tingkat tertentu, menjadi mesin mobilisasi pemilih. Tetapi yang sangat menentukan menang dan kalahnya kandidat adalah sosok pasangan calon, terutama popularitas dan elektabilitas mereka. Dan terus terang saja, dalam perkara itu sampai kini baru pasangan Badja yg paling tinggi dlm hal popularitas, elektabilitas, dan dukungan mesin yang sangat powerful, yaitu 4 parpol.
Ini berarti parpol-2 selain pengusung Badja, harus konsentrasi dalam menentukan calon yg sebanding (kalaupun tidak mengatasi) pasangan petahana. Dan sampai kini saya masih berpandangan hanya Rizal Ramli (RR) saja yang memiliki kualifikasi tsb. Prof Yusril Ihza Mahendra (YIM), memang juga digadang-2 banyak pihak sebagai kandidat yg kuat. Namun jika dibandingkan dg RR, tampaknya masih asor. Mengapa? Karena sosok YIM belum cukup inklusif sebagai kandidat jika dibanding dg RR. Mayoritas pendukung, platform politik, serta isu-2 kampanye yang menjadi fokus YIM sangat didominasi kelompok primordial dan juga isu-isu yang sama. Ini berbeda dg RR yg jelas sangat luas basis pendukungnya dan punya inklusifitas yg tinggi. Selain itu platform politik serta isu-isu yang diangkat RR berorientasi pada kerakyatan umumnya, wong cilik khususnya, dan komitmen kebangsaan yg luas.
Posisi SU, menurut saya masih berada di 'pinggiran', utk tidak mengatakan irrelevan sama sekali sebagai penantang Badja. Kalaupun Gerindra ngotot, saya kira tidak akan lebih dari posisi bacalonwagub saja. Jika SU menerima kennyataan ini maka ia tidak akan menjadi masalah jika berpasangan dg RR, Sosok lain seperti mantan Mendikbud, Anis Baswedan (AB), saya kira tidak akan terlalu efektif karena beliau selama ini tidak pernah memiliki hasrat utk ikut bertarung dlm Pilkada DKI, sehingga nyaris tdk ada persiapan utk itu,
Walhasil, jika parpol-2 itu tidak mau buang-2 waktu dan ingin punya pasangan bacalongub yang mampu bertanding melawan pasangan Badja, kiranya hanya RR yg efektif. Namun soalnya adalah bagaimana penerimaan para petinggi parpol-2 tsb thd sosok mantan Menko Kemaritiman yang juga sangat mandiri dan tidak bisa disetir oleh parpol itu? Demikian pula apakah waktu 4 bulan cukup utk menggenjot baik popularitas dan elektabilitas RR? Dan yang tak kalah penting, bagaimana logistik utk menggerakkan mesin-2 mobilisasi pemilik suara di DKI? Inilah beberapa kendala bagi pencalonan RR yg mesti diatasi secara cepat dan tuntas.
Jika RR-SU menjadi pesaing pasangan Badja, saya kira Pilkada DKI 2017 akan berjalan berimbang dan berkualitas tinggi. Jika tidak, bisa jadi hajatan demokrasi di bulan Februari 2017 itu hanya akan menjadi semacam hajatan "peresmian kembali" Ahok sebagai Gubernur DKI.
Simak tautan ini:
0 comments:
Post a Comment