Friday, September 30, 2016

SKANDAL DIMAS KANJENG, MARWAH INTELEKTUAL, DAN ICMI

Berbagai skandal penipuan dan/atau kriminalitas terkait dengan uang bukanlah sesuatu yang mengherankan atau mengagetkan. Sudah sangat sering kita mendengar, membaca, dan melihat di tayangan media informasi yang serupa sepanjang sejarah. Dan tampaknya praktik penipuan yang menggunakan iming-iming uang, tak pernah sepi dari peminat. Demikian pula modus operandi (MO) yg dikembangkan oleh para penipu dan kriminal itu terus berkembang dan tak kalah kreatif dibanding dengan para inventor dan innovator di segala bidang. Bukti dari kehebatan inovasi para penipu tersebut antara lain adalah bahw para pihak yang menjadi korban penipuan bukannya kecewa, marah, atau melakukan upaya penuntutan, tetapi sebaliknya mendukung si penipu, memuji dan mengagung-agungkannya. Kalau perlu malah menganggap sebagai oang sakti, orang suci, dan entah apa lagi!

Kalau hal itu terjadi pada orang awam, mungkin hal itu masih bisa dipahami secara nalar biasa. Karena kecanggihan para penipu memang seringkali di luar kapasitas orang awam utk menalarnya. Apalagi jika orang fokus kepada "hasil" yg ditawarkan si penipu yg biasanya juga di luar nalar. Misalnya jika anda memberi uang seratis ribu anda dlm tempo singkat mendapat seratus juta. Dengan sedikit manipulasi informasi dan kecanggihan teknologi, maka orang awam akan mudah kepincut dan melakukan apa yg dikehendaki si penipu sampai kemudian ternyata uangnya ludes dan janji pun menguap.

Yang sangat sulit dipahami nalar adalah jika seorang tokoh yg memiliki gelar akademis tertinggi (PhD), berpengalaman internasional dalam politik dan aktivisme sosial, serta yg lebih dahsyat lagi, pimpinan salah satu sebuah ormas cendekiawan Islam paling terkemuka, juga menjadi mendukung dan memuja-muji orang si tersangka praktik penggandaan uang dengan kedok keahlian spiritual. Bukan saja mendukung, dengan menjadi Ketua Yayasan yg didirikan sang tersanka itu, sang tokoh itu juga terkesan rela mempertaruhkan nama dan reputasinya yang luar biasa itu untuk membela sang tersangka ketika ia dinyatakan terlibat kasus pembunuhan selain penggandaan uang berjumlah milyaran rupiah.

Sang intelektual dan pemimpin ormas cendekiawan berbasis agama tsb tak lain adalah Dr. Marwah Daud Ibrahim (MDI), sedang si tersangka penggandaan uang dan pidana pembunuhan adalah Dimas Kanjeng (DK) dari Probolinggo. MDI adalah Ketua Presidium Nasional ICMI, mantan politisi Golkar, dan sederet lagi keterlibatan dalam organisasi terkemuka di negeri ini. Tak terlalu berlebihan jika MDI adalah salah satu dari tokoh perempuan Indonesia saat ini yg memiliki reputasi intelektual dan nama besar pada tataran internasional. Ia juga menjadi salah satu orang paling dekat dengat mantan Presiden RI ke 3, BJ. Habibie sekaligus kepercayaan beliau dalam mengelola ICMI sampai saat ini.

MDI bukanlah salah satu "korban" seperti ribuan orang yang kini terancam kehilangan uang yg sudah disetorkan sebagai 'mahar' kepada DK. Ia adalah pihak yang secara sadar menjadi pendukung dan pembela DK dengan argumentasi bahwa DK adalah seorang manusia luar biasa yg diberi Tuhan kemampuan super natural atau yg dalam istilah populer disebit 'karomah', kemampuan yg di luar nalar yg dimiliki para Waliyullah dan orang-2 suci. Selain itu, masih Bagi MD, pria asal desa Wangkal itu bisa dibandingkan dengan BJ Habibie dalam kapasitas beliau yg luar biasa di bidang Iptek. MDI memrotes keras penangkapan thd DK sebagaimana dilakukan oleh Polres Probolinggo dan Polda Jatim, seperti penangkapan thd teroris. Maka Ketua Presideum ICMI dan juga Ketua Yayasan DK itupn melayangkan somasi kepada Presiden RI, Menkumham, Kapolri, dan Kompolnas (http://news.detik.com/berita/d-3307198/pengikut-protes-ke-kapolri-penangkapan-dimas-kanjeng-seperti-teroris).

Dilihat dari perspektif hak asasi, tentu orang tak bisa melarang MDI utk bergabung dg ormas manapun atau memiliki keyakinan apapun. Termasuk keyakinan beliau (seabsurd apapun) terhadap kemampuan super natural yg dimiliki DK. Namun demikian, jika dilihat dari perspektif posisi sebagai intelektual dan perannya dalam memberikan pencerahan kepada masyarakat, MDI telah mempertaruhkan posisi kecendekiawanannya sedemikian rupa yang bisa berakibat buruk bagi organisasi yg dipimpinnya dan juga kiprah kecendekiawanan yang selama ini diperjuangkan organisasi tsb. Secara pribadi saya menolak keras sikap MDI membela DK dan kiprahnya dalam komunitas tsb, termasuk argumen MDI yg membandingkan kapasitas DK dg BJ. Habibie. Bagi saya statemen itu merupakan sebuah denigrasi thd reputasi, kredibilitas, dan capaian-2 mantan Presiden RI ke 3 tsb.

Hemat saya ICMI harus mengambil jarak dan sikap yg tegas terhadap pemimpinnya itu agar peristiwa ini tidak menjadi polemik dan berbagai efek negatif yg diakibatkannya terhadap ormas terkemuka dan berpengaruh tsb. Sikap diam para petinggi ICMI thd perilaku MDI bagi saya bukan hal yang menunjukkan kearifan, tetapi bisa disebut pembiaran. Dan marwah kecendekiawanan, khususnya yg menggunakan nama Islam, pun akan ikut dipertaruhkan.

Simak tautan ini:

Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS