Tuesday, October 25, 2016

KASUS MUNIR: MENUNGGU DATANGNYA 'CLOSURE'


Mengikuti perkembangan kasus pembunuhan aktivis HAM, Munir Said Thalib (M), akhir-2 ini saya jadi ingat dengan berbagai kasus yang mirip di berbagai negara: tragedi-2 pelanggaran HAM berat terhadap individual maupun kelompok yg tak pernah menemukan penuntasan atau closure. Alih-alih, yg terjadi adalah kebuntuan, penghentian, pelupaan, pengingkaran thd tragedi dan para korban, dan/ atau bahkan pemidanaan thd pihak-2 yg mencoba memperjuangkan 'closure' tsb. Negara-negara seperti China, Israel, Gambia, Syria, Korut, Kolombia, Chile, dan masih banyak lagi adalah langganan yg tercatat dlm daftar Amnesty International (AI), organisasi pembela HAM dunia, dan juga dlm daftar Komisi HAM PBB terkait masalah ini. (http://www.independent.co.uk/news/world/politics/amnesty-international-reveals-the-10-worst-attacks-on-human-rights-across-the-world-last-year-a6892911.html)

Dan negeri kita pun bukan tidak tercatat dalam soal 'hutang' penuntasan masalah pelanggaran HAM berat. Salah satunya adalah kasus Munir ini. Kendati kasus pembunuhan aktivis dan pendiri LSM Kontras dan Imparsial itu sejak 2004 selalu muncul sebagai isu HAM dan politik di Indonesia, belum ada tanda-2 akan terjadi closure. Malah, naga-2nya ia akan menjadi "sumbangan" negeri ini dalam daftar panjang kasus-2 pelanggaran HAM berat yg tak terselesaikan (unsolved high crimes against Human Rights) di dunia. Dua rezim Pemerintahan yg merupakan hasil reformasi belum mampu memberikan titik terang di ujung terowongan.

Kini malah muncul pihak-2 yg mengatakan kasus Munir ini sudah selesai dengan alasan proses hukum selama 12 th terakhir telah berhasil mengadili dan menghukum pihak-2 yang didakwa sebagai pelaku. Politisi PDIP, Junimart Girsang (JG), dan politisi Gerindra, Fadli Zon (FZ) adalah dua diantaranya yg memiliki pandangan seperti itu, dan mungkin masih banyak lagi. Barangkali jika dilihat hanya dari perspektif legal formal saja, argumen tsb ada benarnya. Hanya saja, apakah proses hukum tsb hanya satu-2nya ukuran untuk menyatakan penuntasan itu telah tercapai? (http://nasional.kompas.com/read/2016/10/13/18273291/fadli.zon.kasus.munir.sudah.selesai.di.pengadilan)

Tampaknya tidak. Faktanya, Presiden Jokowi (PJ) sendiri ketika masih berkampanye sebagai capres pada 2014 menjanjikan akan menuntaskan kasus Munir tsb. Kini setelah 2 th berkuasa, ada desakan kuat agar PJ menepati janji. Ini berarti bahwa kasus Munir belum selesai, setidaknya dari perspektif politik. Belum lagi jika proses hukum yg sudah terjadi ternyata masih dipersoalkan juga oleh sebagaian aktivis HAM, karena satu dan lain hal. (http://politik.news.viva.co.id/news/read/818840-janji-jokowi-ungkap-kematian-munir-ditagih).

Baik Pemerintah maupun bangsa kita secara keseluruhan punya kewajiban moral, konstitusional, politik, dan legal untuk melakukan penuntasan atas kasus Munir dan kasus pelanggaran HAM berat lainnya. Hal ini sangat penting agar marwah bangsa dan negara kita yg memiliki landasan sila ke 2 "Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab" bisa dibuktikan kepada dunia dan kepada generasi yang akan datang. Saya tidak menuntut bahwa closur ini mesti dilakukan hari ini, atau tahun ini. Yg lebih penting ada upaya kearah itu yg bisa disaksikan oleh rakyat Indonesia.

Bagi saya, apa yg sudah dilakukan Pak SBY saat memegang kekuasaan untuk melaksanankan rekomendasi TPF Munir, perlu diapresiasi secara proporsional dan, yg penting, dilanjutkan. Soal ada yg tidak puas, kecewa, marah, dll saya kira sah-sah saja asal tidak menjadi fitnah. Tetapi usaha beliau adlh langkah pertama yg harus diperdalam agar upaya penuntasan berjalan. Ketimbang hanya 'mbulet' dan/ atau mencari-cari alasan untuk tidak melakukan apa-apa.

Simak tautan ini:

Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS