Donald Trump (DT), milioner dan capres dari Partai Republik AS, tampaknya sedang menghadapi ancaman serius berupa gagal total dalam Pilpres 2016, bahkan sebelum digelar pada November depan. Konglomerat real estate yang selama setahun terakhir ini selalu menuai kecaman dan jadi sumber kontroversi dalam perpolitikan negara adidaya tersebut, kini tampaknya harus memilih: siap-siap mundur dari pencalonan atau ngotot bertahan tetapi dengan resiko morat-marit dan ditinggalkan para pendukung utamanya.
Yang menarik dalam peristiwa ini, pemicu dari kehancuran kampanye DT bukan karena isu-isu seperti rasisme, Islamophobia, anti imigran, atau dianggap dekat dengan kelompok ultra kanan seperti Klu Klux Klan. Tetapi karena DT ketahuan melontarkan omongan-omongan vulgar terkait dengan perempuan. Omongan-omongan itu terekam pada sebuah perjalanan di atas bus pada 2005, yang memuat kalimat-kalimat vulgar terhadap perempuan, gairah seksual DT, dan sebagainya. DT, misalnya, mengatakan hasratnya untuk melakukan hubungan intim dengan perempuan yg telah bersuami (http://www.huffingtonpost.com/entry/donald-trump-women-comments_us_57f8016de4b0e655eab4148d).
Kontan saja, respon negatif pun marak dan berpotensi membuat kampanye DT gulung tikar. Tak kurang dari isteri DT sendiri, Melania Trump (DT), yg mengatakan bahwa isi rekaman tsb sangat memuakkan dan menjijikkan. Selaian itu ada sekitar sembilan Senator dari Partai Republik, termasuk John McCain dari Negara Bagian Arizona, yang menarik dukungan terhadap pencapresan DT. Belum lagi beberapa anggota Kongres dan Gubernur-2 negara bagian yg menarik dukungan mereka gara-gara omongan vulgar tersebut.
Inilah malapetaka kampanye pilpres yang, konon, paling dahsyat yg pernah tercatat dalam sejarah AS. Tentu saja DT sampai hari ini masih bersikukuh menolak mundur dan mencoba meredam tsunami yang menghantam kampanyenya dengan pernyataan maaf kepada publik, terutama kaum perempuan. Sayang sekali, tampaknya skandal ini menjadi trigger bagi kejatuhan sang konglomerat karena sudah demikian besar kontroversi yang dibuatnya selama ini, sehingga menciptakan gelombang protes dan kritik keras, bukan saja di AS tetapi juga di kalangan masyarakat internasional.
Pelajaran penting dari kasus kehancuran kampanye Pilpres AS ini adalah, bahwa ujaran-ujaran politik yang berisi kebencian, diskriminasi, primordialisme, pelecehan terhadap perempuan, dan fitnah, bisa menjadi bumerang bagi pihak yg melakukannya. Bisa jadi hal itu terjadi cepat, bisa lambat. Namun ingat bahwa politik kebencian tidak akan menghasilkan apapun kecuali kerusakan.
Simak tautan ini:
0 comments:
Post a Comment