Sunday, November 6, 2016

GELAR PERKARA TERBUKA KASUS AHOK: KOMITMEN JOKOWI DAN KAPOLRI

Bukan saja Kapolri, Jenderal Polisi M. Tito Karnavian (MTK), melakukan proses hukum dalam kasus Ahok secara cepat, tetapi beliau pun akan memakai forum terbuka. MTK mengatakan bahwa sesuai perintah dan arahan Presiden Jokowi (PJ), Polri akan melakukan gelar perkara secara terbuka terhadap terlapor dugaan kasus penistaan agama Basuki T Purnama (Ahok). Bukan saja proses ini akan meibatkan pihak-2 terkait dengan kasus tsb (pelapor, terlapor, saksi-saksi, bahkan pihak DPR Komisi III), tetapi, menurut MTK, proses tsb "kita buka juga kepada publik yaitu melalui media secara live." Wow!

Mengapa sampai muncul keputusan demikian dari Kapolri? Selain karena memang merupakan perintah boss beliau, yaitu PJ, tentu ada pertimbangan lain. Hemat saya, salah satu pertimbangannya adalah karena sensitivitas politik kasus ini, maka Pemerintah tak mau mengambil resiko akan munculnya kecurigaan, tudingan, dan prasangka bahwa proses gelar perkara tsb tidak fair, dan hasilnya akan memunculkan kontroversi politik. Pilihan gelar perkara terbuka seperti itu merupakan pilihan yg mungkin dianggap paling kecil resikonya, apapun keputusannya.

Kapolri telah menunjukkan kepada publik dan seluruh rakyat Indonesia bahwa beliau dan Presiden RI berkomitmen menjunjung asas keadilan, kepastian hukum, dan keterbukaan dengan menggunakan model pemeriksaan terbuka dlm kasus Ahok ini. Dan langkah ini memperkecil resiko tuduhan bahwa PJ dan Polri "melindungi" atau "memihak" Gubernur DKI non-aktif. Sebab bukan saja proses hukum tsb akan disaksikan oleh pihak-2 terkjkait, tetapi juga akan 'dikawal" oleh seluruh rakyat Indonesia dan bahkan disaksikan oleh masyarakat dunia yg bisa mengikutinya secara langsung!

Tentu saja tidak semua pihak setuju dengan gelar perkara terbuka ini. Munarman, Jubir FPI, misalnya, mengatakan : "Presiden mencoba untuk melindungi pelaku kejahatan, dengan melakukannya secara terbuka. Padahal itu sudah dikonstruksi, sehingga ujungnya ini dianggap bukanlah sebagai tindakan pidana." Karena sudah ada kecurigaan seperti itu, maka pihak yang menolak gelar perkara terbuka sudah secara "a-priori" menilai bahwa proses tersebut terkesan tidak akan bisa adil dan fair, bahkan menjadi wahana pembelaan thd si terlapor! (http://www.cnnindonesia.com/nasional/20161105213504-12-170576/fpi-pemeriksaan-terbuka-langkah-jokowi-lindungi-ahok/). Implikasinya bisa serius, karena proses yang model apapun jika sudah dicurigai, maka hasilnya pun dicurigai, dan balah ditolak. Soalnya adalah, apakah seandainya hasil gelar perkara tsb adalah menjadikan sang petahana itu sebagai tersangka, lalu pihak yg curiga tsb juga mau menolaknya?

Hemat saya kebijakan PJ dan Kapolri untuk menggunakan model pemeriksaan terbuka ini perlu diapresiasi, diikuti secara cermat, dan semua pihak menunda dulu kesimpulan mereka sebelum ada hasilnya. Bersikap a-priori akan sangat merugikan tujuan mencari penyelesaian hukum yang diinginkan semua pihak dalam kasus ini. Sebab kita belum tahu apakah keputusan dari proses gelar perkara ini akan menjadikan Ahok tersangka atau tidak. Kepercayaan (trust) baik terhadap komitmen maupun pembuktiannya dlm proses hukum yg ditunjukkan PJ dan Kapolri, adalah modal yang sangat besar bagi upaya mencari solusi yang memenuhi asas kepastian hukum dan keadilan.

Bravo Kapolri!!

Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS