Saturday, November 26, 2016

MENYIMAK SIKAP KETUA MPR TERHADAP POLRI

Ketua MPR, Zuilkifli Hasan (ZH), bereaksi miring perihal keputusan Polri menjadikan Buni Yani (BY) sebagai tersangka terkait kasus dugaan pencemaran nama baik dan penghasutan terkait SARA. Menurut laporan media, ZH menengarai keputusan tersebut 'akan memicu kemarahan masyarakat dan gelombang aksi yang lebih besar,' dan karenanya 'Polisi diminta tidak memanas-manasi.' Ketua Umum PAN ini yakin bahwa status tersangka Buni Yani akan membuat kondisi semakin tidak kondusif, dan akan memperbesar masalah.

Bagi saya, statemen ZH malah menunjukkan bahwa dirinya, yang notabene adlh pimpinan lembaga tinggi negara, seperti tidak paham dengan masalah hukum dan terkesan tidak mendukung upaya penegakan hukum yg sedang dilakukan Polri. Jika ZH memang paham dengan sistem hukum Indonesia, semestinya ia mengapresiasi Polri yg sedang menjalankan aturan hukum yang berlaku melalui proses hukum yang dijalankan secara konsisten dan impartial. Dengan mengatakan bhw keputusan Polri itu sebagai tindakan yg bisa dianggap "memanas-manasi", orang bisa bertanya: Bukankah justru ZH sendiri yang bisa dituding seperti itu, karena ia secara a-priori telah menjatuhkan judgement tindakan Polri yang sudah sesuai dengan aturan main?.

ZH, bisa jadi, merupakan salah satu dari beberapa politisi Senayan yang memang kurang sreg dengan langkah-2 Polri akhir-akhir ini, baik dalam mengantisipasi kemungkinan melebarnya aksi-aksi yang muncul setelah adanya dugaan penistaan agama oleh Gubernur DKI non-aktif, Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok, dan juga kasus BY itu. Hal ini sebenarnya menimbulkan tanda tanya karena ZH adalah pimpinan salah satu Parpol (PAN) yang kini telah resmi menjadi bagian dari koalisi pendukung Pemerintah Presiden Jokowi. Padahal kasus Ahok dan BY tsb memiliki kaitan-kaitan dengan stabilitas politik Pemerintah PJ. Logikanya, dalamm posisinya baik sebagai Ketum PAN maupun Ketua MPR, ZH seharusnya bersikap mendukung semua langkah penanganan hukum oleh Polri yg bukan saja telah sesuai aturan yg berlaku, tetapi muaranya juga membantu menjaga stabilitas politik yg sedang terganggu.

Perilaku pimpinan parpol anggota koalisi pendukung Pemerintah yg "rasa oposisi" ini mengingatkan kita pada kasus Setgab bentukan Presiden ke 6 RI, SBY, dahulu yang tidak solid gegara beberapa parpol di dalamnya yang malah berperilaku tidak loyal. PJ, yang sejak awal berniat membangun sebuah koalisi yg solid, tampaknya kini juga sedang mengalami ujian ketika pimpinan parpol yg tergabung dalam KIH juga mulai menampilkan sikap yang tidak normal tsb. Sebagai pribadi ZH barangkali memiliki pandangan yang simpatik dengan para pendukung kelompok anti Ahok dalam kasus dugaan penistaan agama. Dan itu sah-sah saja. Namun sebagai pimpinan parpol yg mendukung PJ, dia tdk bisa sembarangan mengeluarkan pandangan yang bisa berimplikasi melemahkan posisi Presiden. Sebab kasus Ahok dan rentetannya itu ditengarai telah melebar menjadi ancaman bagi stabilitas Pemerintahan PJ. Sikap ZH thd Polri dan keputusannya bisa dibaca dari perspektif politik sebagai "ketidak loyalan" ZH dan partainya dalam konteks koalisi pendukung PJ.

Dan sikap ZH juga semakin kelihatan kontradiktif ketika ia juga berharap agar semua pejabat pemerintah meniru PJ, yakni menyejukkan bukan justru membuat suasana panas. Bukankah dengan kenyinyiran dan kecurigaan thd tindakan Kapolri dalam kasus BY ini, sesungguhnya ZH sendiri yang tidak menyejukkan suasana politik yang memanas ini? Sebab apa yang dilakukan Kapolri jelas ada landasan hukumnya dan juga mengikuti prinsip "due process of law" yang ada dalam sistem hukum Indonesia.

Simak tautan ini:

Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS