Tuesday, April 11, 2017

ARAH PILKADA DKI PUTARAN 2



Pemungutan suara putaran ke 2 Pilkada DKI akan berlangsung 9 hari lagi, tepatnya pada 19 April 2017. Paslon No 2, Ahok-Djarot (Badja) yang dalam putaran 1 memenangi perolehan suara, kini akan bertanding melawan Paslon No 3, Anies-Sandi, yang menjadi runner up. Karena selisih perolehan suara kedua paslon tersebut tipis, yakni 42.96% (Badja) dan 39.97% (Anies-Sandi), maka bisa diprediksi bahwa pemungutan suara putaran ke 2 akan berlangsung sangat ketat.

Kedua Paslon tentu memiliki kekuatan dan kelemahan masing-masing, dan karenanya tak heran jika masa kampanye sebelum coblosan dilaksanakan, kita menyaksikan kiprah para pendukung mereka yang mencoba menambal kelemahan dan menarik sebanyak mungkin pemilih yang belum memutuskan kepada siapa suara mereka akan diberikan (undecideds), terutama para pendukung Paslon No 1 (AHY-Sylvi) yang tersingkir pada putaran 1 (17.06%), dan mereka yang belum ikut memilih atau para "golputers" yang jumlahnya cukup signifikan yaitu 25%.

Basis dukungan Paslon Badja adlh: 1) Pemilih dari kelompok kelas sosial dan ekomomi menengah dan menengah ke atas; 2) Pemilih berpendidikan menengah dan menengah ke atas; 3) Pemilih komunitas non-Muslim; dan 4) Pemilih dari etnis Tionghoa. Basis dukungan Paslon Anies-Sandi adalah: 1) Pemilih dari kelompok kelas sosial ekonomi menengah dan menengah ke bawah; 2) Pemilih banyak dr kalangan berpendidikan menengah ke bawah, tetapi ada juga yg berpendidikan tinggi, dan; 3) Pemilih etnis di Betawi dan etnis lain yang kuat identitas Muslimnya.

Sejak masa putaran 1, isu SARA sangat kental mewarnai Pilkada di ibukota ini, dan berbagai aksi massa yang menolak Paslon 2 dilancarkan sejak November 2016, menyusul tudingan penistaan agama yg dikakukan oleh Gubernur DKI (nonaktif) Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok. Tekanan politik itu tentu sangat menguntungkan Paslon 3 yang pada putaran ke 2 ini terang-terangan melakukan pendekatan terhadap tokoh-2 dan ormas-ormas Islam pendukung gerakan anti-Ahok. Kendati demikian, Paslon 2 tetap mampu menghadapi strategi aksi massa ini dan bahkan memanfaatkan proses peradilan Ahok (yg telah berlangsung 17 kali sejak Desember 2016) untuk memperkuat elektabilitasnya. Selain itu, Paslon 2 juga mengkapitalisasi rekam jejaknya sebagai petahana dalam rangkaian debat publik sebagai strategi pemenangan dan ternyata sangat sukses mendongkrak elektabilitasnya yg sempat menurun tajam.

Paslon 3 lebih menekankan pada strategi mobilisasi massa dengan menggunakan pengaruh para tokoh Islam politik sambil terus memperkenalkan berbagai program dan kebijakan populis sebagai alternatif yg ditawarkan kepad apara pemilih potensial. Tema dan slogan seperti pembangunan tanpa menggusur, pengembangan wirausaha utk pengusaha kecil menengah (Ok-Oce), anti-reklamasi, dan perumahan rakyat dengan DP 0, pemberantasan pengangguran dan peningkatan kesejahteraan menjadi platform politik Paslon ini. Respon publik thd kampanye programatik Anies-Sandi masih belum sekuat Ahok-Djarot yang pada umumnya lebih kongkrit dan dapat dilihat secara nyata , seperti perbaikan inrastruktur, penanganan banjir, pembangunan rusun, RPTRA, dan berbgai subsidi kepada warga miskin.

Sampai status ini ditulis, survei-2 elektabilitas utk putaran ke 2 Pilkada tampaknya cenderung mengunggulkan Paslon No 3, kendati dengan selisih yang tipis. Dalam exit poll yg dirilis Majalah Tempo bulan Februari, dikatakan bahwa para pemilih Paslon 1 (AHY-Sylvi) cenderung akan memilih Paslon 3 pada putaran kedua. Menurut laporan-laporan survei dari LSI (Denny JA), Median, dan SMRC elektabilitas kedua Paslon adalah sbg berikut:

1). LSI (Februari 2017) : Anies-Sandi (49,7%)- Ahok-Djarot (40,5%)
2) Median (awal April 2017): Anies-Sandi (49.8%)- Ahok-Djarot (43, 5%)
3). Saiful Mujani (awal April 2017) : Anies-Sandi (47, 9%)- Ahok-Djarot (46,9%)

Beberapa lembaga survei yang memiliki reputasi independensi tinggi masih belum melaporkan survei mereka, seperti Indikator Politik Indonesia, Polltracking, RRI, Kompas, CSIS, dll. Kendati demikian hasil survei-survei diatas menunjukkan bahwa Paslon No 2 menghadapi tantangan serius dalam putaran ke 2 ini. Sebaliknya strategi massa yang digunakan oleh Paslon No 3 dengan menggandeng pengaruh tokoh-tokoh Islam politik dan menggeber isu-isu politik identitas dan populisme cukup signifikan hasilnya dan bisa menjadikannya unggul.

Apakah sang petahana akan mampu melakukan rebound seperti pada putaran 1? Jawabnya sangat tergantung kepada sejauhmana kerja keras para pendukungnya.

Hemat saaya, kemenangan Paslon 2 akan ditentukan oleh kemampuannya dalam hal-hal berikut: 1) Menarik para golputers dan para pendukung Paslon 1; 2) Konsistensi mereka dalam menunjukkan hasil kinerja kepada publik; 3) Memenangkan debat publik seperti dalam masa kampanye putaran 1; 4) Meyakinkan publik Jakarta bahwa Ahok tidak melakukan penistaan agama ; 5) Meningkatkan kampanye langsung, seperti blusukan ke akar rumput secara efektif; dan 6) Meraih simpati tokoh-tokoh Islam dan meyakinkan mereka bahwa Ahok tidak anti Islam. Keberhasilan Ahok akhir-akhir ini dalam pengendalian diri dalam berkomunikasi publik, hemat saya, juga menyumbang terhadap peningkatan akseptabilitas beliau di mata pemilih potensial Jakarta. Keberhasilan menggandeng PPP (baik kubu Romi maupun Djan Farid) dan PKB akan membantu Ahok mengambil sebagian dari para mantan pemilih Paslon 1.

Pilkada DKI akan menjadi salah satu barometer politik nasional. Namun demikian kita juga tidak perlu overestimate karena Indonesia bukan hanya Jakarta. Sepenting apapun ibukota, tetapi ia hanya merupakan wilayah yg penduduknya hanya4,06% dari 230 an juta penduduk Indonesia. Jika dikaitkan dengan Pilpres 2019, maka kekuatan elektoral Jakarta tidak terlalu signifikan. Belum lagi jika diperhitungkan bahwa faktor etnisitas masih berperan penting dalam Pilpres di negeri ini utk beberapa tahun ke depan. Pilkada DKI penting karena ibukota adalah kaca benggala perpolitikan nasional yang disaksikan oleh nyaris seluruh rakyat Indonesia.

Sumber:
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS