Friday, April 14, 2017

RUMI DAN PENDERITAAN MANUSIA

"Luka-luka
Adalah jalan bagi Cahaya
Memasuki diri Anda"


(Maulana Jalaluddin Rumi, Sufi Agung asal Persia, 1207-1273)

Memahami dan menyikapi penderitaan dalam kehidupan manusia merupakan salah satu bagian paling utama pada semua ajaran spiritual, terlepas darimana sumbernya: agama, filsafat, kebijaksanaan budaya, dsb. Penderitaan yg merupakan fakta kehidupan manusia pada umumnya dianggap sebagai perkara yang harus dihindari, dicegah, diberantas dengan segala daya upaya, agar manusia dapat meraih kebahagiaan. Namun demikian, penderitaan juga bisa dianggap sebagai jalan atau wahana dan media melalui mana kebahagiaan diri dan pihak lain bisa tercapai. Bukan dengan mencegah dan menhindarinya tetapi kustru dengan mengalaminya, menginternalisasikannya, dan menjadikannya sebagai pilihan.

Pemahaman mengenai derita dan penderitaan yg disebut terakhir itu adalah pemahaman spiritual yg ada di semua agama. Hari ini ummat Kristiani memeringati Jumat Agung, sebuah peristiwa tentang penderitaan dan/ atau pengurbanan luar biasa Yesus. Ummat Islam memerigati Hari Raya Qurban, peristiwa pengurbanan yg dialami Nabi Ibrahim dan puteranya Ismail. Ummat Buddhis mengenal ajaran tentang "samsara" dan "dhukka," yang terkait dengan penderitaan manusia dan bagaimana memahami serta menyikapinya. Agama Hindu, ajaran Konghucu, piwulang Kejawen, filsafat eksistensialisme, dst., dsb, saya yakin, semuanya mengajarkan masalah ini kepada ummat dan pengikutnya demi mencapai kebaikan dan kebahagiaan mereka.

Derita, cobaan, musibah, dan perjuangan, jika dipahami secara spiritual merupakan hal yg tak semuanya buruk atau negatif. Penyikapan kita sendiri yg akan menentukan hasil dari pemahaman tsb. Malahan dari pengalaman-2 seperti itu diri kita ditempa dan diperkuat. Demikian pula, suatu bangsa akan menjadi besar dan beradab manakala ia mampu mengelola permasalahan dan ujian berat dalam perjalanan sejarahnya.
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS