Wednesday, May 3, 2017

POLITIK PASCA-PILKADA DKI: JK & PILPRES 2019

Sudah menjadi pengetahuan publik bahwa dalam kontestasi Pilkada DKI 2017, yang baru saja usai itu, berlangsung juga kontestasi politik lain yang memiliki lingkup lebih luas, yakni persiapan atau pemanasan Pilpres 2019. Kalau dalam Pilkada DKI yang bertarung adalah paslon No 2, Ahok-Djarot (Badja) vs Paslon No 3, Anies-Sandi, maka dalam kontestasi yg disebut terakhir itu pesertanya adalah Presiden Jokowi (PJ) vs Ketum DPP Partai Gerindra, Prabowo Subianto (PS). Hal ini tentunya logis karena Paslon Badja memang mendapat dukungan utama dari PDIP, dimana PJ berada, sedangkan Paslon Anies-Sandi diusung oleh Partai Gerindra, dimana PS berada. Dan siapapun tahu bahwa probabilitas kedua tokoh nasional itu untuk maju pada Pilpres 2019 sangat tinggi, mungkin 99,9%.

Namun pasca-Pilkada DKI, yang dimenangi oleh Paslon no 3 tsb, ternyata ada fenomena arus politik lain yang sebelumnya belum mengemuka di ruang publik. Yakni peran sentral dari Wapres Jusuf Kalla (JK), di balik kemenangan sang mantan Mendiknas dan pasangannya tsb. Tentu saja, rumor tentang peran JK dalam pemenangan Anies-Sandi bukannya tak ada. Misalnya fakta adanya dukungan dari keluarga besar JK, seperti Erwin Aksa (EA) di barisan Paslon 3, kendati secara resmi Partai Golkar adalah pendukung Badja. Hanya saja indikasi bahwa JK melibatkan dirinya secara langsung dalam pencalonan Anies, tentu mempunyai makna lebih dari sekadar dukungan biasa. Ini bisa jadi merupakan isyarat bahwa sang Wapres masih merupakan salah satu nama dalam Pilpres 2019 yang wajib diperhitungkan!

Adalah penuturan dari Ketua MPR dan petinggi PAN, Zulkifli Hassan (Zulhas) yang menguak lebar-lebar peran kunci JK dalam ihwal pencalonan Anies. Politisi kawakan asal Makassar itulah yang meyakinkan PS agar mencalonkan Anies ketimbang paslon yang semula sudah nyaris ditetapkan, yakni Sandi-Mardani Ali Sera (PKS). Sementara kubu Cikeas sudah menetapkan akan mengusung Agus Yudhoyono dan Sylviana Murni. Padahal, masih menurut Zulhas, sebelumnya nama Anies "tidak ada yang mau", dan nama-nama seperti Prof. Yusril Ihza (PBB) serta Sandiaga Uno lebih menonjol sebagi calon orang DKI-1.

Cerita Zulhas tentunya bukan karangan belaka dan, hemat saya, validitasnya sangat tinggi. Apalagi kemudian Anies pun diketahui muncul di rumah JK seusai diumumkan kemenangannya dalam hitung cepat putaran kedua. Demikian juga, pengakuan sang pemenang sendiri bahwa secara pribadi beliau sudah lama dekat dengan JK, "jauh sebelum menjadi Wapres." Dalam berbagai kesempatan JK juga mengisyaratkan dukungannya kepada Paslon no 3 itu, misalnya dengan mengritik media asing yang, menurut beliau, terlalu menonjolkan masalah perbedaan agama dalam kontestasi Pilgub DKI.

Maka sangat menarik bahwa setelah Anies dinyatakan sebagai pemenang Pilkada, JK dikutip memberikan pandangan bahwa "peta politik 2019 masih belum bisa terbaca." Dengan sangat diplomatis, mantan Ketum DPP Golkar ini mengatakan : "Partai masih ada waktu hingga 2019 untuk bursa Pilpres. Untuk memperbaiki pelayanan kepada masyarakat, perilaku partai di DPR dan sebagainya." Jika pada dewasa ini kita menyaksikan kemelut internal di DPP Golkar, setelah terbongkarnya kasus korupsi e-KTP, yang menyeret nama Ketum DPP Golkar sekarang, Setya Novanto (SN), pernyataan JK menjadi kian bergaung. Statemen itu merupakan isyarat agar partai berlambang Beringin itu bersiap-siaga menghadapi dinamika politik baru. Dan dinamika itu tentu pada ujungnya adalah Pilpres 2019. Akankah terjadi Munaslub Golkar yang akan menjadi pintu masuk bagi JK sebagai capres? Wallahua'lam.

Terlepas dari spekulasi di atas, hemat saya, statemen JK setidaknya bisa menjadi salah satu indikator bahwa asumsi yang dipakai sampai sekarang yakni Pilkada DKI 2017 adalah pemanasan Pilpres antara PJ dan PS, masih perlu dipertanyakan atau dievaluasi. Jika demikian, bukan hanya dua tokoh nasional itu saja yang punya kans utk bertanding, tetapi ada yang lain. Siapa lagi kalau bukan Wapres JK yang memiliki kualifikasi sangat tinggi dalam blantika perpilpresan negeri ini!?

Lalu dimana posisi dan peran Anies R. Baswedan di dalam dinamika pra-Pilpres 2019? Apakah beliau akan merasa cukup dengan posisi Gubernur DKI sampai 5 tahun yad., ataukah akan tergiur menjadi contender dalam Pilpres 2019, setidaknya sebagai cawapres? Kita lihat saja nanti. Hemat saya, dengan terkuaknya peran JK dalam kemenangannya, naga-naganya masa depan politik Anies makin menjanjikan dan banyak pilihan yang tersedia bagi beliau.

Simak tautan ini:

Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS