Wednesday, July 19, 2017

MENGAPA SETNOV HARUS MUNDUR SEBAGAI KETUA DPR?


Dialog di CNN-TV semalam (18/7/17) membahas permasalahan yang kini menjadi pertanyaan publik: "Apakah Setya Novanto (SN) harus mundur dari posisinya sebagai Ketua DPR, pasca-menjadi TSK dalam kasus e-KTP?" Saya bersama aktivis dari ICW, Donal Fariz (DF) dan Ketua DPP Golkar, Ulla Nurachwaty (UN) dengan dipandu host Indra Maulana (IM).

Pihak Golkar, sebagaimana dikemukakan UN, keukeuh dengan argumentasi legal formal bhw kasus ini belum inkracht (berketatapan hukum tetap), sehingga SN tidak usah mundur. Menurut carapandang ini, tuntutan mundur tak bisa diterima karena proses hukum masih berjalan, sementara DPP Golkar sendiri telah memutuskan bhw SN tetap menduduki jabatannya.

Hemat saya, pendekatan legalistik seperti itu mengabaikan dua dimensi lain yaitu politik dan etik, atau menurut DF disebut moralitas hukum. Secara politik, kasus yang dihadapi SN jelas akan memiliki implikasi politik serius, bukan saja thd Golkar, tetapi juga hubungan antara DPR dg Pemerintah, dan juga perpolitikan nasional. Apalagi secara etik dan moral, akan dianggap mengabaikan asas kepantasan dan kelayakan, jika seorang pimpinan lembaga negara seperti DPR bermasalah terkait korupsi. SN sendiri pernah mundur dr jabatannya dalam kasus yg disebut "Papa Minta Saham" sebelum ada putusan dari MKD-DPR RI.

Bahkan dari dimensi hukum pun, menurut hemat saya dan juga DF, jika SN tidak mengundurkan diri bisa menjadi persoalan. Bagaimanapun juga posisi politik Ketum Golkar dan pengaruhnya akan menjadi sumber konflik kepentingan dan malah bisa memengaruhi proses hukum yang berjalan. DF mengungkapkan kemungkinan lobbi-lobbi politik dari SN bisa jadi akan memengaruhi proses hukum. Jika ditilik dri apa yg ssedang terjadi di DPR, dengan adanya Pansus Hak Angket KPK, saya kira kekhawatiran DF sangat beralasan.

Saya juga mengritisi sikap Istana atau PJ yang mengatakan tidak akan mencampuri proses hukum. Kendati bisa dimaklumi secara formal, tetapi bagi saya, sikap tsb juga berpotensi negatif bagi PJ dan persepsi publik thd beliau dari sisi politik. SN adalah Ketum parpol pendukung PJ sehingga suka atau tidak publik akan mempertanyakan posisi beliau jika tidak mengambil jarak. Apalagi 2018 sudah semakin dekat. Politik adalah persepsi: jika PJ dipersepsikan tidak bersikap tegas dalam kasus SN, tentu akan dimanfaatkan lawan-lawan beliau dalam kampanye Pilpres nanti.

Selanjutnya, silakan simak video di bawah ini dan komentari. Trims (MASH)

https://www.youtube.com/watch?v=3fQDttYL8yo
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS