Friday, February 2, 2018

MENYIMAK KRITIK ATAS STATEMEN KAPOLRI TENTANG NU & MUHAMMADIYAH

Beberapa hari belakangan, di medsos muncul berbagai kritik atas statemen Kapolri Jenderal Tito Karnavian (TK) terkait dengan peran kesejarahan organisasi-organisasi Islam di Indonesia. Dikesankan oleh para pengritik tsb bhw Kapolri telah meremehkan peran ormas-ormas Islam selain NU & Muhammadiyah dalam memerjuangkan dan membela NKRI. Dikatakan pula  oleh para pengritik tsb bahwa Kapolri tak paham sejarah. Dan tentu saja ujung-ujungnya adalah tuntutan agar beliau minta maaf kepada ormas2 Islam dan mencabut statemennya. Bahkan terakhir sudah muncul pula desakan agar Presiden Jokowi memecat Pak Tito dari jabatan beliau sebagai Kapolri!

Menurut hemat saya, statemen yang dikritik oleh beberapa pihak yang terdapat dalam pidato Kapolri itu harus dicermati bukan HANYA dari sisi apa yang dikatakan (tersurat), tetapi juga KONTEKS statemen tsb dibuat. Jika mengikuti penjelasan dari KH Ma'ruf Amin, Ketua MUI, yang notabene adalah tuanb rumah pertemuan di mana pidato itu dikemukakan, maka konteks pernyataan Kapolri tsb setidaknya meliputi dua hal:

Pertama, pidato TK adalah dalam rangka menyikapi dinamika ancaman kelompok-kelompok anti Pancasila dan NKRI pada DEWASA ini. Dalam pandangan Kapolri, NU dan Muhammadiyah, adalah dua ormas yang tetap konsisten dalam hal itu. Jadi, menurut Ketua MUI tsb, konteks pidato TK bukan soal SEJARAH peran ormas-ormas Islam dalam memerjuangkan berdirinya NKRI. Kalau masalah peran sejarah itu Kapolri tentu sangat paham bhw bukan hanya dua ormas Islam besar itu saja yang memiliki saham besar di dalamnya.

Sedang pihak yang disebut ingin merontokkan NKRI, masih dalam konteks tsb, tentunya adalah berbagai organisasi radikal yang SAAT ini mengusung ideologi-ideologi radikal baik dari dalam maupun transnasional. Misalnya Al-Qaeda, JI, ISIS, HTI, NII, dll.

Konteks yang kedua adalah fakta bahwa pidato Kapolri tsb dilakukan pada awal 2017 di pondok pesantren milik KH. Ma'ruf Amien. Jadi penjelasan Ketua MUI itu bisa dipertanggungjawabkan kesahihan dan validitasnya. Jika saat isi pidato tsb menuai kritik, tentu bisa dijelaskan dengan mudah, gamblang, dan jujur oleh Kapolri dengan menunjukkan konteks dan arah yang dimaksudkan beliau pada saat pidato tsb dilakukan.

Hemat saya, mencermati sebuah teks tanpa memahami dan memperhatikan konteksnya  bisa saja menjadi sumber terjadinya pemahaman dan penafsiran yang distortif, dan bahkan menghasilkan sebuah wacana baru yang berlawanan sama sekali dengan yang semula. Itu sebabnya sangat tepat, dan saya setuju, jika Kapolri bermaksud untuk bertemu dengan berbagai pemangku kepentingan, khususnya ormas2 Islam, dan menjelaskannya secara terbuka, jujur, dan kontekstual.

Jangan sampai terlanjur ada  paham yang salah dan/atau kesalahpahaman dan kemudian digoreng untuk menunjang kepentingan-kepentingan dan agenda-agend politik tertentu yang, pada akhirnya, akan merugikan ummat dan bangsa Indonesia.

Simak tautan ini:

1. http://www.tribunnews.com/nasional/2018/01/31/ketua-mui-tidak-masalah-pernyataan-kapolri-terkait-nu-dan-muhammadiyah
2, https://www.gatra.com/nusantara/nasional/306033-mui-kapolri-tabbayun
3. https://nasional.tempo.co/read/1055739/wasekjen-mui-minta-kapolri-tito-karnavian-minta-maaf-soal-pidato?utm_source=dable#ifBWJ00olSQXsmmc.41
4. http://www.sayangi.com/2018/01/31/107534/news/al-irsyad-apresiasi-kapolri-kumpulkan-ormas-islam-klarifikasi-pernyataannya.
5.  http://indonews.id/mobile/artikel/11574/Statemen-Kapolri-Terkait-NU-dan-Muhammadiyah-Harus-Dilihat-dari-Konteksnya-/
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS