Thursday, January 24, 2019

ADU GAGASAN TENTANG RADIKALISME & TERORISME

Acara dialog CNN TV semalam (23/1/2019) mengetengahkan tema debat capres yang belum mendalam dibahas baik oleh paslon 01 (PJ-MA) maupun paslon 02 (PS-SU) dalam debat pertama tgl 17 Januari lalu. Tema inilah yg dicoba dalami dengan menghadirkan jubir-jubir dari TPN dan BPN dan dikawal dengan moderator dari CNN dan narsum. Ferdinand Hutahean (FH) mewakili jubir BPN, Andy Budiman (AB) mewakili jubir TPN, saya sebagai narsum dan Budi Adiputra (BA) pembawa acara dari CNN TV.

Format dialog yang terbuka dan diperdalam dengan pertanyaan dari narsum dan pembawa acara membuat dialog lebih mendalam dan terfokus. Mulai dari perdebatan ttg paradigma yang digunakan oleh kedua jubir, strategi menghadapi ancaman radikalisme dan terorsime, dan membahas kasus kongkrit sepert upaya pembebasan terhadap Abubakar Baasyir (ABB) oleh Presiden Jokowi (PJ) yang kendati batal, tetapi sempat menimbulkan pro kontra.

Kendati masih berbeda dalam soal apa akar masalah dari ancaman terorisme dan bagimana mengatasinya, setidaknya dalam debat ini ada kesepakatan dari kedua kubu mengenai definisi kerja terkait radikalisme, yang saya usulkan. Radikalisme dipahami sebagai segala gagasan, pemikiran dan kegiatan yang bertujuan melakukan perubahan fundamental dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia secara berlawanan dengan Pancasila dan UUD 1945.

Jika kedua kubu menggunakan definisi kerja yang cukup sederhana namun tegas dan ketat itu, maka strategi yang di kembangkan dalam kebijakan publik dan program menghadapi ancaman intoleransi, radikalisasi, dan bahkan terorisme oleh kedua paslon akan lebih jelas, terukur dan memungkinkan kerjasama antara Pemerintah dan para stakeholder.

Hemat saya, persoalan ideologi penting untuk menjadi perhatian utama dalam upaya memahami akar masalah. Memahami ancaman radikalisme dan bahkan terorisme yang reduksionis, misalnya ekonomi atau adanya intervensi kekuatan dari luar, tidak mencukupi. Ekonomi jelas merupakan salah satu pendukung penting, namun bukan akar masalah dari pandangan dan aksi intoleran, radikal, dan terorisme. Pengaruh eksternal memang tak dapat diabaikan (apalagi pada kondisi saat ini), namun tetap bahwa sumber dari dalam lebih menonjol.

Pemerintah ke depan tetap perlu melanjutkan program penanggulangan terorisme baik memakai pendekatan "hard power" maupun "soft power" atau gabungan keduanya, yg sering disebut dengan "smart power." Program-program kontra radikalisme dan deradikalisasi perlu didorong agar lebih efektif, bukan saja kepada yang sudah pernah terpapar tetapi juga masyarakat umum, khususnya yang potensial menjadi target kelompok radikal, seperti HTI yang menyebarkan ideologi Khilafahisme.

Simak tautan rekaman video di bawah ini. Trims (MASH).

https://www.youtube.com/watch?v=d-ZQyHR63CY&feature=youtu.be
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS