Wednesday, January 30, 2019

KUSUTNYA IHWAL PEMBEBASAN ABUBAKAR BÀASYIR


Jika menyimak dengan cermat dan tenang, apa yg disampaikan oleh Prof. Mahfud MD (MMD), dlm acara ILC semalam (29/1/19), tentang aturan hukum pembebasan bersyarat thd ABB, semuanya terang benderang. Aturan hukum terkait prosedur pembebasan bersyarat, mulai dr UU, PP, PerMen, seluruhnya ada. Soal besarnya adalah apakah prosedur hukum tsb benar2 ditaati dalam pelaksanaannya?

Jawabannya singkat, dan sudah terlalu sering terjadi, yaitu: TIDAK. Yang terjadi adalah karut marut manajemen dan pelanggaran prosedural mulai dari pihak yang menyampaikan soal pembebasan ABB ke publik, yabg tdk jelas posisinya, statemen Presiden Jokowi (PJ) tentang upaya pembebasan ABB yang terkesan plin plan, kontroversi yang terjadi ihwal PP apakah ia berlaku retroaktif atau tidak, dan, yang paling utama, tentu saja politisasi terhadap isu pembebasan pendiri JI dan JAT tsb.

Bagi pengamat politik seperti saya, inti persoalannya ada pada manajemen politik dan pemerintahan di Istana yang, untak kesekian kalinya, terbukti amburadul. Bermacam-macam upaya pembelaan atau apologia dari pejabat yang dikemukakan di ruang publik setelah fiasco kasus ini, tidak membantu menyelesaikan masalah. Alih alih, mereka malah makin menunjukkan betapa benderangnya sengkarut penanganan masalah ini sejak dari hulu sampai hilir.

Karenanya, kasus pembebasan ABB menjadi sebuah blunder politik dan hukum yang bisa berdampak serius apabila berkembang tak terkontrol oleh Istana. Bagi PJ, sebagai petahana dalam Pilpres 2019, kasus ini akan menjadi salah satu titik lemah yang akan dijadikan target kampanye negatif oleh lawan.

Lebih lanjut, jika kasus ini dibicarakan bersama sama dengan kasus pemberian remisi terhadap Robert Tantular dan kasus perubahan hukuman seumur hidup terhadap Nyoman Susrama, makin runyamlah kredibilitas sang petahana dalam masalah gakkum. Walaupun kritik yang dilontarkan Rocky Gerung (RG), di dalam acara ILC yang sama, terdengar vulgar dan keras terkait masalah pembebasan ABB, namun tidak bisa begitu saja diabaikan dan dianggap sebagai kampanye anti PJ saja.

Dan kini sedang marak pula kontroversi tentang tabloid "Indonesia Barokah" yang dituding, oleh lawan tanding PJ, memiliki kaitan dengan sementara oknum dari tim pemenangan nasional (TPN) kubu petahana. Jika PJ tak bersikap tegas dengan mengambil jarak dari pihak-pihak yang terbukti terlibat dalam tabloid tsb, maka akan bertambah lagi isu yang bisa digoreng. Dan iai memerkuat argumen amburadul manajemen politik dan pemerintahan di Istana.

Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS