Beberapa hari ini dunia disuguhi lagi gaya cowboy Trump dalam polugri AS: Ancaman terhadap Venezuela, yang ditandai dengan pengerahan angkatan laut, pasukan marinir, dan sanksi ekonomi, setelah menuding Negara tsb sebagai sebuah Negara narkoba (narcostate) yang melakukan terorisme narkoba (narco terrorism) di bawah pimpinan Presiden Nicolás Maduro. Kendati sudah menjadi pengetahuan umum bahwa hubungan AS selam lebih dua dasawarsa dengan Negara di Amerika Latin tsb tak bisa disebut mengalami peningkatan kedekatan, namun penerapan kekuatan keras melalui narasi perang melawan narkoba tsb menimbulkan pertanyaan tentang motivasi dan implikasinya bagi dan perimbangan kekuatan di kawasan dan geopolitik pada umumnya.
Saya berpendapat bahwa penggelaran narasi negara narkoba (narcostate) dan terosisme narkoba (narco terrorism) merupakan kedok Trump yang berfungsi untuk menutupi target jangka pendek dan strategi strategisnya: Sebuah proses pergantian rezim (regime change) yang bertujuan mengendalikan cadangan minyak Venezuela yang sangat besar sambil pada saaat yang bersamaan ekspansi kepentingan geopolitik yang lebih luas, untuk mengimbangi pengaruh Tiongkok dan Rusia di kawasan.
Kepentingan Citra Polugri Trump?
Ditilik dari aspek kepentingan politik Trump, langkah terhadap Venezuela ini adalah upaya untuk mengalihkan perhatian publik AS dari kemunduran polugrinya di wilayah lain, seperti Iran dan Ukraina. Memori publik AS tentu masih sangat segar terkait serangan terhadap Iran pada 22 Juni 2025 dalam rangka membantu rezim Netanyahu di Israel. Serangan tsb alih-alih mendongkrak kedigdayaan AS sebagai adikuasa, ia terbukti malah berdampak pada meningkatnya ketegangan di kawasan Timteng dan bahkan mengganggu pasar energi global. Bahkan strategi penggelaran militer AS tersebut malah memproyeksikan kian rapuhnya kekuatan AS di kawasan!.
Sementara itu upaya AS dalam mengatasi Rusia untuk bisa berdamai dengan Ukraina ternyata juga belum menampakkan hasil; justru perang masih terus berkecamuk dan dibayangi oleh konfrontasi dramatis yang lebih menunjukkan kelemahan Amerika. Ini tentu berlawanan dengan propaganda Trump dalam rangka memperkuat retorika "America First"-nya. Maka dengan mengalihkan fokus publik AS ke Venezuela, Trump berusaha menggalang nasionalisme domestik dan memproyeksikan kekuatan di halaman belakang Amerika. Berikut adalah analisis saya sementara mengenai dinamika perseteruan Trump vs Maduro:
Strategi Perubahan Rezim Demi Penguasaa Minyak
Jika asumsi bahwa narasi Negara narkoba dan terorisme narkoba adalah instrumen strategis dan politis Trump, patut dipertanyakan apakah target dan tujuan jangka panjangnya?. Hemat saya, tujuan jangka pendek AS adalah menggulingkan dan menggantikan rezim Maduro dan mengendalikan cadangan minyak Venezuela yang besar. Venezuela memiliki cadangan minyak terbukti terbesar di dunia (303 miliar barel), yang merupakan target strategis yang luar biasa bagi Negara haus sumber energi seperti AS. Presiden Trump sebelumnya menyesalkan pembelian minyak Venezuela, dengan menyatakan, "Kita akan mengambil alih [Venezuela]; kita akan mendapatkan semua minyak itu; itu akan berada tepat di sebelahnya."
Kampanye tekanan maksimum AS — termasuk sanksi yang melumpuhkan ekonomi Venezuela yang bergantung pada minyak— eksplisit bertujuan untuk memprovokasi pemberontakan rakyat terhadap Maduro. Pengerahan tiga kapal perusak berpeluru kendali Aegis baru-baru ini (USS Gravely, Jason Dunham, dan Sampson) dan ribuan Marinir ke pesisir Venezuela, dianggap secara regional sebagai ancaman invasi untuk mengendalikan sumber daya, bukan operasi antinarkoba. Eskalasi militer ini sejalan dengan pola penggunaan dalih kemanusiaan atau keamanan sebagai kedok intervensionisme. Model ini terakhir dicoba –dan gagal- oleh Israel dengan bantuan Trump di Iran untuk menjatuhkan Presiden Iran, Pezheskian!
Implikasi Geopolitik & Respon Regional
Para pengamat Hubungan Internasional menyikapi langkah Trump ini termotivasi juga oleh kepentingan strategis AS melawan pengaruh Tiongkok dan Rusia di Amerika Latin. Tiongkok telah menginvestasikan $67 miliar sejak 2007 di Venezuela, menjadi jalur utama keuangan Negara tsb setelah sanksi AS. Dengan mengisolasi Maduro, AS berupaya melemahkan mitra strategis utama Tiongkok di halaman belakang Amerika.
Namun, pendekatan yang keras ini telah menuai kritik tajam di kawasan tersebut. Presiden Kolombia Gustavo Petro memperingatkan bahwa invasi akan menciptakan "situasi seperti Suriah", sementara Presiden Meksiko Claudia Sheinbaum menolak intervensi militer AS dan membantah bukti yang menghubungkan Maduro dengan kartel Meksiko. Tiongkok mengecam pengerahan kapal perang tersebut sebagai "gangguan... dengan dalih apa pun". Maduro, sebagai tanggapan, memobilisasi 4,5 juta anggota milisi 15, yang menandakan persiapan untuk konflik, alih-alih kerja sama perang antinarkoba.
Kendala Hukum dan Politik Domestik Trump
Peningkatan yang terjadi saat ini mencerminkan intervensi AS di masa lalu, seperti invasi Panama tahun 1989 untuk menangkap Manuel Noriega atas tuduhan narkoba. Para ahli hukum mencatat aturan keterlibatan pemerintahan Trump yang ambigu dan kurangnya otorisasi Kongres untuk penggunaan kekuatan militer terhadap Venezuela. Penunjukan kartel sebagai kelompok "teroris" secara hukum tidak mengizinkan operasi masa perang di bawah hukum AS, namun pejabat seperti Menteri Luar Negeri Marco Rubio telah menyiratkan sebaliknya. Potensi kendala dalam masalah hukum dan politik ini semakin memerkuat asumsi bahwa narasi narkoba, lagi-lagi memerkuat tesis bahwa AS sejatinya menghendaki pergantian rezim, dan diragukan sebagai tindakan keamanan yang sah.
Agenda pergantian rezim dipergunakan sebagai langkah strategis Pemerintah Presiden Trump untuk mengendalikan minyak Venezuela dan menegaskan kembali dominasi AS di belahan bumi ini. Respons militer yang terkesan tidak proporsional terhadap dugaan perdagangan narkoba –sebuah persoalan yang lebih umum di negara-negara Amerika Latin lainnya—ditambah dengan konteks historis intervensionisme AS, mengungkap motivasi ekonomi dan geopolitik yang mendasarinya.
Walaupun ada benarnya bahwa Venezuela menghadapi masalah nyata terkait korupsi dan kelompok kriminal, membingkainya sebagai ancaman narkoba-teroris tidak memiliki bukti yang kredibel dan secara strategis bisa membenarkan intervensionisme yang berorientasi pada penguasaan sumber minyak milik Negara tsb. Solusi yang lebih memadai adalah melalui diplomasi multilateral dan mengakhiri sanksi kontraproduktif yang telah memperburuk penderitaan kemanusiaan dan mendorong Venezuela semakin jauh ke dalam ketergantungan terhadap Negara-negara adidaya, termasuk China dan AS.
Simak tautan ini:
1. https://www.youtube.com/watch?v=pXx_K-OEXWU
2. https://www.cbsnews.com/news/us-warships-venezuela-trump-nicolas-maduro-tension-drug-cartel-accusations/
3. https://www.aljazeera.com/news/2025/8/21/us-warships-may-reach-venezuela-coast-by-weekend-in-drug-cartel-operation
4. https://www.commondreams.org/news/trump-warships-venezuela
5. https://countercurrents.org/2025/08/trumps-smokescreen-on-venezuela-exposing-the-narco-state-accusation/
6. https://discoveryalert.com.au/news/us-warships-circling-venezuela-military-escalation-2025/
7. https://asiatimes.com/2025/08/trump-venezuela-and-chinas-latin-america-advance/#






0 comments:
Post a Comment