Tuesday, May 6, 2008

KABAR DARI LA JOLLA, CALIFORNIA (2)

DSCN3252 The Sun God (Dewa Matahari), mascot UCSD

1. Kamis 1 Mei 2008: Udara masih dingin juga sampai tengah hari, dan matahari mencorong benderang. Hari ini, usia IR/PS genap 20 tahun dan selama tiga hari berturut-turut diadakan rangkaian kegiatan dalam rangka peringatan ultah tersebut. Dimulai dengan resepsi pembukaan pada malam ini di Wisma Martin Johnson yang terletak di pantai La Jolla. Wisma tersebut semula adalah tempat tinggal Rektor UCSD yang kemudian diserahkan kepada lembaga penelitian kelautan milik Scripps, Scripps Institute of Oceanography (SIO) yang bekerjasma dengan UCSD. Letaknya sangat strategis untuk penelitian dan berpanorama indah, seperti terlihat dalam foto di bagian (1), sehingga membuat betah bagi para pakar dan peneliti yang tinggal di sana. Di sekitar tempat itu, ada pula lembaga penelitian milik pemerintah federal, yaitu NOA, yang memfokuskan diri pada pengamatan cuaca dan gempa. Baik SIO maupun NOA memiliki jeringan internacional yang luas, khususnya dengan negara-negara maritim seperti Indonesia. Kalau saya tidak salah ingat, ketika masih di Ristek, saya pernah bertemu dengan sejumlah pakar dari NOA yang kebetulan memiliki kerjasama penelitian dengan BPPT.

Acara pembukaan peringatan ultah cukup meriah kendati hanya sebuah standing party yang dihadiri oleh para anggota Dewan penasehat Internasional (International Advisory Board) dari IR/PS, beberapa Profesor, alumni IR/PS yang sekarang bekerja di luar San Diego atau di luar AS, dan beberapa mahasiswa paska sarjana. Dean Cowhey selaku tuan rumah, Prof Takeo Hoshi, selaku ketua panitia, dan James Jameson selaku Ketua International Advisory Board IR/PS memberikan sambutan masing-masing dan dilanjutkan dengan ramah tamah. Saya berkenalan dengan dengan beberapa anggota Board yang ternyata adalah terdiri atas para pengusaha, pensiunan atau mantan pejabat, dan tokoh-tokoh masyarakat terkemuka dari San Diego, dari kota-kota lain di negara bagian California maupun dari Washington, D.C. Selain itu juga para filantrofis yang memiliki minat terhadap pengembangan wilayah Pasifik , Asia, dan Amerika Latin. Kebanyakan dari mereka telah pernah tinggal atau mengunjungi Indonesia sehingga sedikit banyak mereka dapat bertukar pikiran dengan saya mengenai perkembangan terakhir di negeri kita. James Jameson, misalnya, mengatakan dirinya pernah tinggal di Manado bersama sang istri untuk beberapa tahun. Julie Hill, seorang filantrofis dan aktivis sosial, bersama mendiang suaminya pernah selama beberapa tahun menjadi staf Ford Foundation di Asia Tenggara di Manila. Mereka pun sempat keliling Indonesia pada awal Orde Baru yang diabadikan dalam salah satu bab buku mereka “Promise to Keep.” (2003). Minat mereka terhadap pembangunan ekonomi Indonesia sangat besar, terutama berkisar pada investasi bidang high tech dan telekomunikasi.

2. Jumat, 2 Mei 2008: siang ini perhelatan ultah IR/PS diawali dengan berbagai acara seperti temu alumni IR/PS dan diskusi antara mahasiswa, alumni dan Profesor tentang masalah desempatan berkarir setelah lupus dari sekolah paska sarjana tersebut. Kebanyakan alumni IR/PS memilih karir ke duina bisnis atau pemerintahan, kendati tak sedikit pula yang terjun ke dunia LSM dan bahkan ke dunia militer. Kesempatan yang luas untuk lulusan IR/PS itu dimungkinkan karena kurikulum sekolah ini sangat berorientasi ke pada bisnis. Sebagai lembaga pendidikan yang menurut majalah Foreign Affairs menempati ranking 10 terbaik di AS, IR/PS mengembangkan suatu kurikulum gabungan antara ilmu politik dan hubungan internasional di satu pihak, dengan ilmu ekonomi dan bisnis di pihak lain. Itulah sebabnya, para staff pengajar IR/PS umumnya direkrut dari para pakar ilmu politik dan ekonom serta para pakar dan praktisi bisnis.

Alumni IR/PS UCSD banyak yang telah menempati posisi yang strategis di dunia bisnis internasional dan organisasi nirlaba. Ambil saja contoh, Dr. Sungchull Scott Park yang saat ini menjadi Señor Vice President untuk bidang System and Global CIO pada Group Volvo. Dr. Park yang merupakan alumni IR/PS UCSD angkatan 1990, sebelumnya adalah lulusan MIT di bidang Teknik Mesin dengan Ekonomi Matematik sebagai minornya. Juga nama seperti Jodi Finkel, alumni IR/PS tahun 1992 yang menjadi staf pengajar di Universitas Loyola Marymount tetapi juga pendiri LSM MuJer, sebuah LSM yang aktif dalam memberantas buta huruf di kalangan para pekerja seks di Amerika Latin, khususnya Guatemala. Perempuan yang berusia tigapuluhan ini juga mendirikan LSM HOY yang khusus mendorong pengembangan relawan di Mexico untuk membantu kawula muda di Negara tersebut. Kevin Trepa, yang adalah alumni lulusan 2005, adalah mantan Kapten Marinir yang sekarang kembali lagi bertugas di Baghdad untuk mengorganisasi keperluan pasukan AS di bawah komando Jendral Petraeus. Masih banyak lagi beberapa contoh alumni sekolah ini yang memiliki reputasi baik nasional maupun internasional di negara asal mereka.

Jumat malam, saya mengikuti acara resepsi yang dihadiri oleh Chancellor (Rektor) UCSD, Dr. Marye Anne Fox dan mantan Menteri Pertahanan AS pada masa Presiden Jimmy Carter, yaitu Dr. Harold Brown. Dr Fox adalah seorang scientist perempuan yang menjadi Chancellor di UCSD untuk pertamakalinya. Beliau adalah pakar bidang kimia dan menjadi perempuan pertama yang menjadi anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional Amerika (National Academy of Science) sebuah lembaga sangat prestisius untuk para ilmuan di negeri Paman Sam itu. Sementara itu, Dr. Harold Brown dalam usianya yang sudah sepuh ternyata masih sangat energetik dan aktif. Beliau saat ini masih memimpin Lembaga Kebijakan Luar Negeri pada SAIS (School of Advanced International Studies), Universitas Johns Hopkins, di samping Presiden dari CalTech (California Institute of Technology), serta penasehat pada CSIS di Washington, D.C. Jabatan dalam dunia korporasi saat ini adalah Partner pada Warburg, Pincus, and Co. Malam ini Dr. Brown memberikan keynote addressnya dengan topik masa depan ekonomi dan sekuriti yang dihadapi AS di Pasifik. Ada kecenderungan sangat kuat, menurut beliau, bahwa ekonomi AS masih akan terus mengalami masa yang suram dalam beberapa tahun ini. Sementara ekonomi Negara-negara di Asia Timur seperti Cina cenderung masih akan tetap menunjukkan pertumbuhan atau setidaknya stabil. Kendati sebentar lagi AS akan memiliki Presiden baru hasil pemilu 2008, Namun beliau tidak terlampau yakin bahwa pemerintahan baru aan segera dapat mengatasi permasalahan fundamental yang menyebabkan terjadinya krisis ekonomi domestik saat ini. Menjawab pertanyaan apakah Cina sengaja akan menyimpan devisanya yang sangat besar untuk dipergunakan sebagai salah satu bargaining chip dalam kiprah internasional, Dr. Brown mengatakan bahwa Cina tidak memiliki kemampuan itu. Meskipun liquiditas devisa Cina sangat besar, dalam jumlah lebih dari US $ 1 triliun, tetapi negara tersebut akan menghadapi kesulitan untuk menanamkannya di dalm negeri atau di luar negeri selain AS dan Eropa. Mengenai perang di Irak, menurut beliau AS akan masih mempertahankan kehadiran pasukannya di negeri seribu satu malam tersebut, siapapun yang akan terpilih menggantikan Presiden Bush nanti. Terlepas dari retorika para calon dari partai Demokrat untulk segara memanggil pulang pasukan AS dari sana, secara pragmatis hal tersebut akan sulit dilakukan. Sayang sekali dalam pidato kunci tersebut Dr. Brown tidak menyinggung kawasan ASEAN samasekali sehingga saya tidak tahu bagaimana pandangan beliau mengenai perkembangan hubungan AS dengan kawasan tersebut, sebuah topik yang akan saya bawakan dalam acara besuk Sabtu tgl 3 Mei.

3. Sabtu, 3 Mei 2008: Kendati hari ini adalah akhir pekan yang biasanya untuk santai, tetapi khusus di IR/PS hari ini adalah puncak ultah ke 20 tahunnya, Tepat jam 8.30 perhelatan dimulai dengan sarapan bersama para dosen, mahasiswa, dan alumni di halaman Robinson Building, tempat IR/PS berada. Dean Cowhey memberikan ulasan dan review mengenai IR/PS dan masa depan pengembangannya di depan para hadirin yang menyimak dengan antusias selama lebih kurang 2 jam. Berbagai proposal dan usul diajukan baik oleh alumni maupun para donor dan penasehat. Saya sangat menikmati dan ikut belajar bagaimana sebuah sekolah paska sarjana di universitas yang prestisius seperti UCSD dikembangkan melalui jejaring yang luas. Ada semacam greget yang luar biasa besar dari mereka, baik civitas academica maupun para alumninya, untuk membuat IR/PS menjadi sebuah lembaga pendidikan tinggi yang relevan dengan perkembangan internacional. Keinternasionalan yang diinginkan justru bukan yang hanya berporos pada AS , tetapi pada wilayah Asia dan Pasifik. Itulah sebabnya, menurut Dean Cowhey, dibuat Program seperti Pacific Leadership Fellows, karena dengan cara ini suatu jejaring internacional akan terbentuk secara nyata dengan melibatkan para pemimpin di negara-negara yang punya peran penting. Dengan jejaring seperti itu maka IR/PS akan memiliki akses yang sangat baik dengan negara-negara tersebut, baik pada tataran politik, ekonomi, sosial dan kultural.

Selain Program Fellowship tersebut, IR/PS juga memiliki sebuah program training untuk para eksekutif atau mereka yang memiliki parir pada level menengah yang disebut Global Leadership Institute (GLI). Lembaga yang dikomandani oleh Dr. Darla J. Wilson itu, sengaja memberi focus kepada mereka yang sudah memiliki karir eksekutif dalam berbagai bidang, dan bukan kepada mereka yang baru bekerja atau lulus dari perguruan tinggi (fresh graduates). Hal ini di maksudkan agar para peserta training nantinya telah memiliki cukup latarbelakang pengalaman lapangan sehingga akan lebih cepat menyerap dan menerapkan hasil training ketika kembali. GLI berupa sebuah training yang bervariasi jangka waktunya, mulai dari program 2 bulan, 9 bulan, sampai dua tahun disesuaikan dengan keperluan peserta, baik individual maupun kelompok. Level training adalah setara dengan paska sarjana dengan kurikulum yang disesuaikan menurut permintaan dan keperluan peserta. GLI dapat mengundang seluruh pakar dan akademisi dari UCSD yang diperlukan untuk memberikan kuliah dan pelatihan, di samping juga menghadirkan para praktisi baik korporasi maupun organisasi nir laba dari San Diego dan kota-kota lain di Californa. Karena orientasinya yan praktis dan langsung terkait dengan dunia bisnis dan industri, tak heran apabila GLI telah mendapat perhatian besar dari Negara-negara di Asia dan Pacific Rim seperti Korea, Jepang, Cina, Vietnam, Taiwan, Mexico, Brazil, Argentina, dsb. Sayang sekali GLI belum pernah mendapat peserta dari Negara-negara ASEAN, khususnya Indonesia! Dr. Wilson mengatakan pada saya bahwa beliau sangat berkeinginan agar negara-negara di kawasan Asia Tenggara juga ikut berpartisipasi dalam GLI. Untuk menarik minat mereka, IR/PS telah mengajukan proposal lepada pihak UCSD agara status GLI ditingkatkan sehingga ia akan menjadi program berijazah paska sarjana. Tahun 2009 kemungkinan besar GLI akan menjadi sebuah program berjenjang S2 di IR/PS, karena semua persyaratan telah rampung dan dipenuhi pada tahun ini.

Setelah acara selesai dilanjutkan dengan beberapa diskusi panel yang dilaksanakan secara bersamaan dengan topik yang bervariasi, mulai dari masalah bisnis telekomunikasi, sampai masalah sekuriti global dan perkembangan kekuatan Cina di masa depan. Saya memilih mengikuti dua panel diskusi, yang pertama tentang Pemilu Presiden-Wapres AS, dan yang kedua perkembangan bisnis dan teknologi telekomunikasi. Pada panel pertama, yang menghadirkan tiga professor dari IR/PS, dikupas skenario-skenario yang mungkin dibuat menjelang berakhirnya primaries di beberapa negara bagian, khususnya Indiana dan North Carolina. Para panelis cenderung menyepakati bahwa capres dari Partai Republik, Senator John McCain, tidak terlalu kuat pada Pemilu ini karena dia membawa beban pemerintah Bush yang dianggap telah gagal dalam segala bidang, khususnya ekonomi dan perang Irak. McCain juga dianggap terlalu tua usianya untuk bisa mendapat simpati dari para pemilih baru yang cenderung berusia muda dan menginginkan perubahan. Dengan demikian, perebutan hanya akan terjadi di kubu Partai Demokrat, antara Senator Hillary Clinton dan Senator Barack Obama. Primaries di Indiana dan North Carolina akan sangat menentukan khususnya bagi Clinton, karena jika dia kalah di Indiana dan North Carolina atau hanya menang tipis terhadap Obama, sangat mungkin nominasi capres akan jatuh kepada pihak yang disebut terakhir itu. Obama memang masih mengalami masalah gara-gara khotbah dan statemen-statemen Pastornya, Rev. Wright, yang dianggap kurang patriotik dan cenderung radikal, namun pelan tapi pasti para calon pendukung Obama dapat diyakinkan kembali bahwa Senator dari Illinois itu sama sekali tidak bertanggungjawab atas ulah sang Pastur, apalagi sesudah Obama menyatakan tidak mau lagi berhubungan dengannya! Menurut salah satu panelis, Dr. Sam Popkin, para pemilih di AS saat ini masih belum begitu mengenal Obama secara substantif, namun dibanding dengan Clinton, kans Obama masih cenderung lebih kuat karena adanya keinginan masyarakat AS agar terjadi perubahan kebijakan ekonomi dan politik luar negeri. Clinton masih cenderung menjadi bagian dari  masa lalu dan karenanya tidak terlalu mendapat dukungan di luar kaum tua.

Pada panel tentang telekomunikasi, yang mencuat adalah perkembangan pesat teknologi interface yang berdampak bukan saja pada bisnis tetapi juga aturan-aturan main. Panelis dari Microsoft, Dr. John Richards, misalnya, menyatakan bahwa  perkembangan teknologi i-phone saat ini bisa jadi akan merambah bukan saja pada audio dan video, tetapi juga untuk aplikasi yang lain seperti mesin-mesin pertanian, karena masih banyak hal yang bisa dikembangkan darinya. Umpamanya dengan menerapkan teknologi digital interface pada traktor dan alat-alat pengolahan, maka akan terjadi perkembangan-perkembangan baru yang jauh ke depan sehingga akan membuka peluang-peluang bisnis yang baru. Dari sisi aturan, maka masih belum banyak terjadi pemahaman yang cukup mengenai hak-hak pribadi seperti kerahasiaan data pribadi yang sebetulnya dilindungi, khususnya ketika teknologi data base melalui apa yang disebut "cloud", yaitu data base jarak jauh, telah makin berkembang. Hal ini berkaitan dengan misalnya aplikasi "cloud" untuk dunia kedokteran yang memiliki kode etik tertentu mengenai kerahasiaan pasien. Apakah dengan adanya database yang secara luas dipakai oleh dokter dan perusahaan obet, misalnya, perlindungan terhadap privacy seseorang masih bisa didapatkan? Apakah database "cloud" tersebut tidak akan dipergunakan pengusaha farmasi untuk membombardir pasien-pasien dengan tawaran iklan obat? dst. dst. Panel ini juga mendiskusikan masalah IPR (intellectual property rights) yang semakin meningkatkan jumlah tuntutan peradilan terhadap perusahaan telekomunikasi, khususnya yang berkaitan dengan hak cipta software. Bagi para pengusaha kecil, IPR adalah nyawa mereka, karena dengan keunggulan di bidang itulah mereka bisa terus hidup. Namun bagi perusahaan semacam Microsoft yang raksasa itu, acapkali tuntutan pengadilan mengenai hak cipta sangat memusingkan karena sering mengada-ada dan rumit, serta datang dari seluruh penjuru dunia. Tak jarang, perusahaan besar lebih suka menempuh penyelesaian di luar pengadilan karena ingin segera bebas dari kerumitan, walaupun sebetulnya kasus yang dihadapi tidak jelas.

Diskusi-diskusi panel yang saya ikuti siang itu serasa sangat jauh bagi realitas Indonesia, walaupun saya merasa suatu saat yang tak terlalu lama hal yang sama pasti akan terjadi pula. Kita baru saja merampungkan UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang sudah begitu lama ditunggu-tunggu masyarakat telematika, pebisnis, dan investor, selain juga oleh para anggota masyarakat luas. Kita juga masih belum banyak melakukan sosialisasi mengenai pentingnya HaKI, khususnya paten dan hak cipta. Apalagi mengenai perlindungan hak-hak pribadi sebagaimana dibicarakan dalam panel tersebut, rasanya masih jauh. Toh, bagi saya, diskusi siang ini sangat menarik dan penting karena setidaknya saya menyadari betapa perkembangan dunia teknologi ternyata memiliki kaitan begitu erat dengan permasalahan hukum dan kemasyarakatan, suatu hal yang jarang atau pura-pura tidak disadari oleh para elite kita. Kita mestinya mengikuti perkembangan teknologi dan sains dengan kacamata lebih luas dan tidak parokhial. IR/PS UCSD melakukan hal itu. Sebagai sebuah sekolah paska sarjana bidang ilmu sosial dan politik, ternyata ia sangat advanced dalam mengikuti perkembangan teknologi dan bisnis, sehingga kurikulum dan para pengajarnya pun sangat interdisipliner.  Sebuah kemewahan yang masih belum bisa dinikmati oleh dunia akademi kita yang miskin visi dan wacana itu.

4. Perhelatan ultah IR/SP dilengkapi dengan respesi makan siang dengan keynote address di Faculty Club UCSD. Saya mendapat kehormatan untuk memberikan pidato tersebut dengan tema "Menyambut Abad Asia-Pasifik: Beberapa Tantangan Hubungan AS dan ASEAN." Pidato selengkapnya telah saya posting di blog ini, sehingga dapat di baca secara penuh. Saya cukup terkejut atas antusiasme para hadirin pada siang itu, bukan saja menyimak presentasi saya tetapi juga mereka memberikan reaksi dengan pertanyaan-pertanyaan. Para hadirin yang terdiri atas professor, mahasiswa, alumni, para pengusaha, dan tokoh-tokoh masyarakat yang cukup besar jumlahnya, pada umumnya ingin memahami lebih jauh bagaimana ASEAN dan khususnya Indonesia lebih dekat dengan AS, baik secara politik, bisnis, maupun sosio-kultural. Saya mengatakan bahwa kebijakan polugri AS setelah Perang Dingin masih terlampau sarat dengan perhatian kepada Timur Tengah dan perang melawan terorisme, sehingga agak kurang perhatian terhadap Asia dan Pasifik. Padahal, dewasa ini telah terjadi pergeseran sangat cepat dalam ekonomi politik dan sekuriti global dengan munculnya raksasa-raksasa baru seperti Cina dan India. Jika AS tidak bersikap antisipatif maka ia akan ketinggalan dalam menanamkan pengaruh (sphere of influence) di kawasan tersebut yang dampaknya secara strategis akan tidak menguntungkan bagi negara-negara di dalamnya. Untuk itu AS harus melakukan penguatan hubungan dengan ASEAN yang telah terbukti mampu untuk menciptakan suatu zona regional yang solid dan kokoh serta berpotensi sebagai pasar yang besar.

Saya juga menekankan perlunya perubahan mendasar pada diri ASEAN sendiri khususnya struktur organisasi dan manajemenya yang selama empat puluh tahun ini sangat top down, dan berorientasi kepada pemerintah. Sudah saatnya terjadi perombakan paradigma yang lebih memberi peluang kepada masyarakat sipil untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan publik di ASEAN. Oleh sebab itu, ketika ASEAN telah menyepakati untuk merobah diri untuk meninggalkan model consensus-based institution dan menggantinya dengan rules-based institution, maka sudah semestinya bila Piagam yang dibuat harus mencerminkan paradigma baru tersebut. Sayang sekali, menurut para aktivis civil society dan pemikir-pemikir progressif di ASEAN, Piagam yang sekarang sedng menunggu diratifikasi semua anggota ASEAN itu ternyata masih jauh panggang dari api. Bahkan menurut Pak Jusuf Wanandi, yang notabene tokoh utama di balik pendirian ASEAN, Piagam tersebut cenderung untuk membawa AESEAN ke arah mundur atau setback. Kenapa demikian? Ya itu tadi, karena jiwa dan paradigma Piagam ASEAN masih belum sepenuhnya mencerminkan adanya progress dan meninggalkan visi lama. Apabila hal ini tidak dikoreksi, maka ASEAN akan kehilangan relevansi dan ditinggalkan oleh rakyat di negara-negara anggotanya. Bisa saja sebagai institusi ia masih berdiri, tetapi relevansinya terhadap kemajuan bangsa-bangsa di Asia Tenggara akan makin jauh!

 

(bersambung)

 

m.a.s.h

Share:

1 comments:

  1. I can't believe you get to met such great people!! I never realized that such a connection between technology and society in general is that big! It makes me feel so out of touch of the current news. Thanks for posting this, dad!

    ReplyDelete

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS