Monday, September 13, 2010

BELAJAR DARI TRAGEDI 11 SEPTEMBER

Oleh Muhammad AS Hikam
President University



Dalam memperingati tragedi 11 September, Sabtu kemarin (hari ini waktu Indonesia), bangsa Amerika menghadapi sebuah pertanyaan yang menukik kepada keberadaannya sebagai bangsa yang dikenal sebagai pecinta kemerdekaan, Hak Asasi Manusia, dan toleran terhadap perbedaan. Di tengah-tengah suasana keharuan, kemarahan terpendam, dan bayang-bayang kekhawatiran yang dirasakan rakyat Amerika ini, muncul pertanyaan menggugat: Masihkah prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang membuat Amerika sebagai Amerika itu bertahan? Ataukah mereka hanya menjadi slogan-slogan kosong dan bahkan ideologi yang, dalam kata-kata Marx, tak lebih dari sebuah "kesadaran palsu" (false consciousness) belaka?

Tragedi serangan teroris pada 11 September 2001 itu bukan hanya menampar kebanggaan diri bangsa Amerika secara fisik. Ia memiliki dampak lebih dalam dan serius dalam psyche bangsa ini karena dalam sejarahnya yang lebih dari dua abad sebagai bangsa yang besar dan adidaya, baru sekali itulah musuh mampu melakukan serangan di dalam negeri dengan korban yang sangat besar. Amerika telah malang melintang di hampir semua pelosok planet bumi dengan kekuatan militer, ekonomi, dan budayanya. Hampir tak ada kawasan di dunia yang belum disentuh oleh militer AS dan pengharuhnya kepada komunitas, masyarakat dan bangsa di mana ia berada. tentu, Amerika dan kekuatan militernya juga telah dan sedang mengalami berbagai kekalahan dan kemunduran (Vietnam, Irak, Lebanon, Mogadishu, Afghanistan, dll). Tetapi semuanya terjadi di luar Amerika dan umumnya di wilayah-wilayah yang lokasinya sangat jauh dari tanah air dan, bahkan, jangkauan bayangan rakyat Amerika.

Tak dapat disangkal lagi bahwa aksi teroris Al-Qaeda pada Sabtu kelabu itu telah menyentakkan seluruh kesadaran akan keberadaan bangsa Amerika bahwa mereka bukanlah bangsa dan negara yang imun dari serangan ke dalam negeri. Karena kesadaran ini maka sangat wajar jika kemudian tampil dalam berbagai bentuk: kemarahan, kekecewaan, malu, dan juga penyesalan serta tekda untuk melakukan perbaikan. Ekspressi campur-aduk seperti ini tentulah tidak mudah untuk diendapkan dan dicarikan jalan keluar yang mampu memberikan kepuasan batin dan pengembalian harga diri (self-respectability) dan harkat (dignity) sebagai bangsa. Alih-alih, sebagian pemimpin negeri Paman Sam itu justru memilih jalan keras: melampiaskan kemarahan kepada pihak lain atas nama perang melawan teroris dan terorisme global. Hasilnya adalah dua peperangan besar yang menguras sumber daya finansial Amerika dan menimbulkan korban baik dari pasukan Amerika maupun penduduk sipil tak bersalah dengan jumlah yang sangat besar!

Sembilan tahun telah lewat dan proses penyembuhan (yang berjalan dengan sangat perlahan) belum juga tampak. Malahan, kini bangsa Amerika menyaksikan dua kutub peristiwa yang menampilkan sisi dan paradigma eksistensial yang sangat berlawanan. Di satu sisi adalah kutub kemarahan, kebencian (hatred), kekecewaan, dan pelampiasan membabi buta. Di sisi lain adalah kutub kesadaran akan pentingnya penegakan kembali prinsip-prinsip ke Amerikaan agar bangsa ini mampu meneguhkan jati diri dan menegakkan kebesarannya. Yang pertama kita saksikan dalam bentuk kampanye Pendeta Terry Jones yang mengajak pengikutnya untuk membakar Al-Qur'an di Florida. Yang kedua kita saksikan dalam bentuk Projek Rumah Cordoba di dekat Ground Zero, Manhattan Bawah, New York. Ia adalah upaya masyarakat (khususnya komunitas Muslim) untuk membangun sebuah Masjid dan pusat kegiatan lintas-agama. Kedua peristiwa ini sudah pasti berlandaskan dan mencerminkan filosofi dan paradigma yang saling berlawanan mengenai keberadaan bangsa dan proses menjadi Amerika saat ini dan akan berimplikasi jauh di masa depan.

Hemat saya, jika gerakan Pendeta Terry Jones yang muncul sebagai paradigma dominan maka bangsa dan negara Amerika sebagaimana yang selama ini dibayangkan, diimpikan dan diinginkan oleh rakyat Amerika dan masyarakat dunia sudah pasti akan lenyap. Ia akan berganti menjadi sebuah bangsa yang menakutkan bagi dirinya sendiri dan bagi orang lain. Bangsa itu tak berhak lagi mengklaim diri sebagai mercusuar (beacon) untuk para pencari kebebasan dan kemerdekaan, serta sebagai tanah harapan bagi para pendamba kebebasan. Namun sebaliknya jika proyek Rumah Cordoba berhasil, maka proses penyembuhan dalam psyche bangsa Amerika akan memperoleh dukungan kuat dan, Insya Allah, akan mempercepatnya. Tragedi 11 September dan terorisme, kendati pernah melukai bangsa ini, tak akan bisa menyurutkan apalagi menghancurkannya. Bahkan Amerika, bisa jadi, akan memiliki standing yang lebih kokoh dan kuat di antara bangsa-bangsa di dunia, dan posisinya sebagai salah satu contoh sukses sistem demokrasi dan perlindungan HAM akan semakin dibuktikan.

Sejarah jualah yang akan membuktikan mana di antara dua paradigma eksistensial yang saling berlawanan ini pada akhirnya akan dipilih oleh rakyat dan bangsa Amerika. Sebagai bangsa dan negara yang memiliki kemajemukan yang mirip dengan Amerika, niscaya kita perlu belajar dari pengalaman ini. Bangsa dan negara kita pun telah menjadi korban teror dan para teroris yang menyebabkan terjadinya korban nyawa dan harta yang sangat besar. Sudah sepantasnya jika bangsa kita melakukan soul searching dan perenungan akan hakekat kebangsaan kita dan jalan yang akan kita tempuh untuk menyelesaikan persoalan ini. Kita harus menolak tegas-tegas menggunakan paradigma yang dianut oleh Pendeta Terry Jones atau kaum jihadi radikal yang ingin mencapai tujuan dengan menggunakan kebencian dan fanatisisme serta kekerasan. Kita justru mencobe meniru apa yang kini dilakukan oleh pemrakarsa Rumah Cordoba di New York, dengan konteks Indonesia. Persahabatan, dialog, dan sikap tenggang rasa terhadap sesama anak bangsa harus menjadi landasan, disertai penghormatan terhadap hak-hak dasar mereka sebagai warganegara RI. Dengan cara itulah bangsa dan negara kita akan menjadi bangsa yang besar dan menjadi tauladan bagi bangsa dan negara sekitar, dan bahkan bagi dunia. Amin..



Jakarta 12 September 2010


Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS