Monday, October 25, 2010

KRITIK PDIP ATAS SETAHUN PEMERINTAHAN SBY: PRELUDE SEBUAH KOALISI?

Oleh Muhammad AS Hikam
President University


Catatan, atau lebih tepatnya kritik, PDIP terhadap setahun Pemerintahan Presiden SBY, ronde kedua, sangat menarik untuk diperbincangkan. Bukan hanya karena PDIP memberikan catatan yang praktis semuanya melulu menunjuk kelemahan Pemerintah SBY, tetapi juga karena PDIP tampak memposisikan diri sebagai partai oposisi. Sehingga sangat aneh kalau pihak Partai Demokrat (PD) masih melakukan berbagai manuver melalui wacan publik, bahwa seolah-olah PDIP sudah termakan bujuk rayunya untuk bergabung dalam KIB II. Saya melihat, manuver PD (melalu Ruhut Sitompul dan Ahmad Mubarok) hanyalah semacam memukul bola bilyar yang targetnya adalah Golkar. Golkar yang akhir-akhir ini cenderung bersuara rada miring terhadap Pemerintah, membuat PD gerah juga sehingga "menakut-nakuti" kawan seiring itu seolah-olah ia akan didepak keluar dengan ganti PDIP yang makin "mesra".

Namun demikian, tampaknya pengaruh Megawati Soekarnoputri masih cukup kokoh sehingga kalau catatan PDIP tersebut bisa dipakai sebagai sebuah indikator, maka kemungkinan partai banteng moncong putih ini bergabung dengan PD rasa-rasanya masih terlalu jauh. PDIP menyoroti hampir semua bidang strategis :ekonomi, politik, industri, pertahanan, otoda, dan bahkan kebijakan keamanan pangan yang dilaksanakan oleh Pemerintah SBY. Dan hasilnya, semuanya bolong. Bahkan tak satupun kata "sudah cukup baik" keluar dari catatan PDIP tersebut. Bahkan, misalnya, dalam menyoroti masalah kebijakan konversi dari minyak tanah ke gas, tercantum kritik keras karena kebijakan tersebut telah bersaham terhadap kecelakaan "... yang merenggut korban jiwa."

Kritik pedas yang dilontarkan PDIP kepada Pemerintah SBY ini, jelas jauh panggang dari api kalau dibanding dengan rumor yang beberapa hari ini ditebar oleh elite PD yang seakan-akan ingin memberikan gambaran kepada publik bahwa anak buah mBak Mega akan ada yang masuk di KIB II. Jika memang gejala tersebut ada substansinya, maka anehlah kalau muncul catatan yang sangat negatif terhadap calon partner. Logikanya, dalam politik, jika memang satu pihak akan diajak gabung biasanya akan memberikan berbagai indikator yang positif, bukan negatif seperti ini.

Namun demikian, karena dalam politik Indonesia sudah jarang sekali hal yang dianggap tabu, maka bisa saja apa yang diungkapkan oleh Tjahjo Kumolo (TK) dalam catatan kritis itu hanya merupakan sebuah cara untuk memberi kesan kepada publik bahwa PDIP masih punya integritas dan masih tetap kritis. Kalu mamng demikian, maka catatan itu pun hanya semacam "prelude" agar para konstituen Banteng gemuk siap-siap kalau toj nanti PDIP gabung, mereka akan dijamin tetap bersikap kritis dan tidak mirip dengan parpol koalisi dalam Setgab.

Masalahnya adalah, apakah para konstituen PDIP yang sebagaian merupakan kelompok yang ideologis yang kokoh itu mau begitu saja digiring ke arah sana? Inilah pertanyaan yang perlu kita jadikan bahan diskusi.

Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS