Sunday, October 24, 2010

KEPEMIMPINAN INDONESIA DI ASEAN: ANTARA CITA DAN FAKTA

Oleh Muhammad AS Hikam
President University   



Situs berita Detikcom menurunkan artikel dengan judul "Indonesia akan Kembali Pimpin Negara ASEAN 2011". Sekilas judul ini biasa-biasa saja, hanya merupakan sebuah statemen faktual mengenai giliran Indonesia memimpin ASEAN  pada 2011, sebuah rutinitas yang disepakati oleh para anggotanya. Seperti juga fakta bahwa tahun ini (2010) yang memegang palu Sidang adalah Vietnam dan sebelumnya Thailand (2009). Tetapi kalau dibaca dengan "hermeneutical suspicion" ala post-modernisme, maka akan muncul sebuah pertanyaan menggelitik: "Apakah sebelum ini Indonesia memang tidak pernah dianggap pemimpin ASEAN?". Padahal klaim negeri ini dan Pemerintahnya adalah seperti itu! Bisa juga statemen di atas ditafsirkan sebagai  "harapan" dan "janji" dari seorang Menlu yang posisinya lagi kurang bagus jarena diterpa issu akan kena reshuffle?  

Saya lebih cenderung menyoroti makna kedua. Sebab kalau yang pertama semua orang juga sudah tahu. Kalau yang ketiga, nanti dikira saya hanya nyinyir atau sentimen kepada Pak Menlu Marty Natalegawa (MN). Tesis saya selama beberapa tahun ini adalah ini: Semenjak Pak Harto dilengserkan, posisi Indonesia di dalam ASEAN hanya secara simbolis saja sebagai pemimpin. Sebagai salah satu negara pendiri persekutuan kawasan, dan negara terbesar di sana, maka otomatis semua orang melihat negeri Indonesia sebagai referensinya. Namun, kalau kita mau jujur, jika ditinjau dari sisi stratejik ekonomi dan politik, posisi Indonesia sudah lama digeser oleh Singapura dan Malaysia, sementara Vietnam dan Thailand (jika tidak makin ruwet dalam politik domestik) akan juga mengincar posisi strategis itu.

Mungkin Indonesia masih berusaha menjadi leading sector dalam percaturan geopolitik global pasca 11 September 2001, karena sebagai negara berpenduduk mayoritas Islam yang moderat. Sayangnya, setidaknya dalam persepsi saya, posisi demikian juga sudah dibayang-bayangi Malaysia yang sangat agresif ingin tampil sebagai representasi dari negara berpenduduk Islam yang berani mengatakan tidak terhadap upaya hegemoni negara-negara adidaya seperti AS. Langkah Malaysia jelas mengundang decak kagum dan dukungan dari negara-negara Islam di Timur Tengah dan bahkan Afrika, shingga lagi-lagi posisi Indonesia hanyalah formalitas atau simbolis belaka.

Arti ASEAN dan keanggotaan Indonesia di persekutuan ini pun sudah lama "suspect", menurut hemat saya. Ketika kelompok regional ini diciptakan oleh Pak Harto (melalui Menlu Adam Malik), memang sangat jelas bagaimana peran Indonesia dan manfaat yang diperoleh bagi Pemerintah Orba yang sedang dibangun. Bukan saja konfrontasi dengan negeri jiran, Malaysia, bisa diselesaikan, tetapi juga Indonesia berhasil mewujudkan sebuah lingkungan strategis yang kondusif bagi proses pembangunan ekonomi sesuai dengan desain yang dibuat oleh para arsitek Orba. Tak pelak lagi, Indonesia dengan piawai memanfaatkan ASEAN dan Pak Harto adalah figur yang paling disegani dan dihormati oleh seluruh pemimpin negara-negara anggota persekutuan kawasan ini. Dengan kata lain, baik de jure maupun de facto, Indonesia adalah pemimpinnya.

Perkembangan ASEAN setelah Reformasi menunjukkan bahwa posisi di atas dengan cepat berubah mengikuti pergeseran kekuatan ekonomi dan politik negara-negara anggotanya selama dua dasawarsa belakangan. Singapura dan Malaysia tumbuh sebagai negara i-negara industri baru (the newly industrialized countries)  dan pusat ekonomi kawasan, disusul oleh Thailand. Indonesia, bersama Filipina, tetap jalan di tempat dan bahkan mengalami kemunduran ekonomi kendati secara politik menjadi contoh demokratisasi di kawasan.

Munculnya Pak SBY sebagai Presiden dengan legitimasi yang sangat tinggi memang membuka kesempatan bagi come-backnya Indonesia. Namun seperti juga di dalam negeri, potensi tersebut ternyata tidak mudah untuk dijadikan kenyataan dan Pemerintahan SBY memang harus memilih membereskan rumahtangga yang carut marut dulu sebelum mengambil kembali posisi riil sebagai pemimpinan kawasan. Hal ini sudah pasti akan tergantung kepada keberhasilan pemerintah SBY dalam menyelesaikan pekerjaan rumah yang luar biasa besar dan banyak seperti: pemulihan ekonomi, pemberantasan korupsi, peningkatan lapangan kerja , pemberantasan kemiskinan, dan pencegahan ancaman keamanan oleh terorisme internasional serta konflik-konflik horizontal.

Melihat track record selama enam tahun belakangan, saya masih kurang yakin bahwa kepemimpinan riil Indonesia di ASEAN akan balik seperti pada dekade 1980an. Kendati Indonesia akan menjadi ketua sidang ASEAN pada 2011, tetapi aktor utama di kawasan dalam politik dan ekonomi bukanlah Indonesia. Justru kemungkinan, akan muncul aktor baru seperti Vietnam yang akan semakin assertif dalam persekutuan tersebut. Pertumbuhan ekonomi negeri Komunis ini sangat tinggi dan stabil dengan kapasitas SDM yang juga sangat baik.

Indonesia, mungkin, masih diakui sebagai pemimpin secara simbolis dan dihargai sebagai negara yang besar penduduknya di ASEAN. tetapi Indonesia belum lagi bisa memainkan kartu ASEAN kembali sebagaimana yang seharusnya. Pak Menlu boleh saja mengumbar janji dan asa, tetapi kalau janji hanya tinggal janji tak akan ada faedahnya.

Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS