Friday, October 22, 2010

MENUNTASKAN MASALAH PELANGGARAN HAM OLEH MILITER DI PAPUA

Oleh Muhammad AS Hikam
President University


Menko Polhukam Djoko Suyanto
Statemen Menkopolhukam Djoko Suyanto bahwa pelaku penganiayaan terhadap para tersangka anggota OPM adalah dari kesatuan milter (TNI) merupakan hal yang sangat penting untuk dicermati. Secara positif, pengumuman itu dapat diartikan sebagai kemauan politik yang tinggi dari Pemerintah SBY untuk melaksanakan komitmen keterbukaan dan perlindungan hukum terhadap mereka yang menjadi kurban, serta tindakan tanpa pandang bulu terhadap para pelanggar hukum. Statemen itu, secara positif, juga merupakan petunjuk bahwa kebijakan Pemerintah dalam menghadapi para pemberontak separatis OPM telah berubah dari pendekatan operasi militer (yang dulu dijadikan strategi utama oleh Orba) menuju pendekatan yang memberikan prioritas kepada kesejahteraan dan komitmen terhadap HAM.

Namun demikian, statemen Menkopolhukam juga bisa "dibaca" dari sisi negartif. Pertama, ia menjadi bukti bahwa pelanggaran terhadap HAM di Papua ternyata masih belum sepenuhnya dapat dihentikan. Kedua, pelaku pelanggaran HAM yang selama ini dituding, yaitu aparat keamanan, khususnya militer, ternyata bukanlah suatu isapan jempol. Bukti otentik berupa rekaman gambar yang tersebar di YouTube itu sulit untuk dibantah sebagai sekedar rekayasa, bilamana ia telah diakui sebagai sebuah fakta. Kedua, dari fakta itu terbuka berbagai kemungkinan yang lebih buruk yaitu, antara lain, bahwa bukan hanya itu saja pelanggaran HAM yang terjadi di Papua yang dilakukan oleh aparat keamanan. Bisa saja berbagai pelanggaran sejenis atau yang lebih berat tidak terjamah oleh hukum karena kurangnya bukti empiris. Demikian juga, bisa jadi pelakunya bukan hanya dari kalangan militer (TNI), tetapi juga Polri dan aparat lain.

Jika Pemerintah SBY ingin menuntaskan masalah ini, maka statemen Menkopolhukam ini harus secepatnya diikuti dengan tindakan pencegahan dan investigasi menyeluruh dan setuntas mungkin. Dalam proses ini kantor Menopolhukam tidak boleh hanya menyerahkan masalah kepada TNI, Polri, dan penegak hukum milik Pemerintah saja, tetapi juga melibatkan lembaga-lembaga independen seperti Komnas HAM serta organisasi masyarakat sipil yang terkait dengan masalah penegakan hukum dan perlindungan HAM. Tentunya, pihak Menkopolhukam memiliki hak untuk menjadi koordinator yang akan mengatur proses investigasi dan penuntasan masalah. Karena bagaimanapun juga Pemerintah memiliki kewenangan untuk menjalankan kebijaksanaan publik yang telah dibuatnya dan menyelidiki penyimpangan yang terjadi.

Penuntasan tersebut harus juga diiringi dengan sebuah penyikapan yang tegas terhadap semua upaya gangguan dan ancaman tehadap keamanan dan kedaulatan negara. Kalaupun para pelaku pelanggaran HAM dikenakan hukuman, maka tidak berarti kemudian ketegasan terhadap para separatis OPM dikendurkan. Justru sebaliknya, apabila upaya penegakan hukum dan perlindungan HAM ini benar-benar tuntas, maka upaya-upaya pemebrantasan kelompok separatis pun harus ditingkatkan. Dalam hal ini, bukan saja operasi militer dan kamtibmas, tetapi juga upaya-upaya kesejahteraan harus direalisasikan secara konsekuen dan konsisten .

Salah satu kendala dalam pelaksanaan pendekatan kesejahteraan adalah maraknya korupsi di kalangan pejabat daerah di Papua, sehingga anggaran pembangunan dan dana otonomi khusus yang selama ini telah triliunan digelontorkan ke Tanah Cenderawasih itu ternyata tidak membawa hasil yang nyata. Papua tetap saja menjadi daerah yang paling terpuruk dalam soal infrastruktur utama, dan juga memiliki kualitas hidup (khususnya penduduk pribumi) yang rendah. Rendahnya mutu pendidikan dan kesehatan, langkanya pekerjaan yang layak, dan pengangguran yang tinggi adalah persoalan dasar masyarakat lokal Papua yang semua orang tahu namun tampaknya tidak ada upaya memecahkannya secara sistemik. Yang sampai sekarang tampak adalah upaya-upaya ad-hoc yang tampak indah di media massa tetapi hanya di permukaan belaka.

Menkopolhukam telah mencoba membuka diri dan tindaklanjutnya sangat ditunggu. Jangan sampai karena berlama-lama, maka tayangan pelanggaran HAM di Tanah Papua ini menjadi senjata ampuh bagi kemompok separatis, yang sejatinya tidak cukup kuat itu, dapat bangkit kembali karena ia lantas mampu menarik perhatian dan opini publik nasional dan internasional. Janganlah hanya karena nila setitik lantas bisa merusak susu sebelanga. Kedaulatan NKRI dan kesatuan serta persatuan nasional kita tak boleh dirusak oleh perbuatan para pelanggar HAM yang, pada giliranny, dapat dieksploitasi oleh separatis OPM.
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS