Tuesday, November 30, 2010

GAYA "CATTENACCIO" GOLKAR DAN GAYUSGATE

Oleh Muhammad AS Hikam
President University


Gaya "cattenaccio" dalam sepakbola dipopulerkan oleh Tim kesebelasan nasional Itali, atau "Azzurri". Gaya yang dialih-bahasakan dengan "grendel" ini adalah sebuah strategi untuk bertahan yang membuat lawan terbelenggu dan tidak mampu untuk melakukan umpan terobosan ataupun serangan dengan bola pendek. Dengan cara "mbulet" itulah kemudian kendati tak produktif dalam mencetak gol, tim Itali dapat bertahan. Adalah Paolo Rossi, ketika menjadi kapten kesebelasan Italia pada Piala Dunia dekade tujuhpuluhan akhir yang beken karena squadnya berhasil lolos ke final berkat penggelaran gaya tersebut.

Dalam politik, gaya grendel ini tampaknya dimainkan juga oleh Golkar agar sang boss, Ical, tidak semakin terpojok karena serangan bertubi-tubi dari lawan-lawannya. Serangan paling anyar dan bisa berdampak sangat serius adalah ketika Gayus Tambunan (GT) mulai menyanyi dan membuka beberapa informasi yang bisa berimplikasi pidana dan membawa-bawa nama Aburizal Bakrie. Khusunya manakala GT menyatakan bahwa di antara klien-kliennya dalam praktik penyelewengan pajak adalah tiga perusahaan yang tergabuk dalam Bakrie Grup. Bukan itu saja. Ketika GT terakhir pergi melancong ke Bali, kendati sejatinya ia harus di tahanan Brimob, digosipkan bahwa ia juga bertemu dengan seorang petinggi parpol yang belakangan dikabarkan media sebagai Ical sendiri. Kendati Ical dan Golkar membantah dan bahkan mengajukan media-media yang memberitakan hal tersebut ke Dewan Pers, toh spekulasi sudah terlanjur marak. Yaitu bahwa Gayusgate terjait dengan parpol penguasa di zaman Orba dan sang Ketum DPPnya.

Sudah barang tentu Golkar dan Ical bereaksi keras. Kendati Golkar adalah bagian dari parpol koalisi yang berkuasa, dan Ical adalah notabene Ketua Harian Setgabsi, toh dalam politik hal ini bisa saja terjadi. Bahkan sudah banyak orang melihat bahwa "koalisi" parpol-parpol itu sebetulnya bukan sebuah koalisi sebagaimana dijumpai dalam literatur ilmu politik. Ia tidak lebih dari sebuah kartel politik yang dipakai untuk meredam konflik antar anggota agar masing-masing bisa memperoleh apa yang menjadi kepentingannya. Dalam kartel seperti ini, pertarungan kepentingan antar boss dan partai bisa saja pecah keluar. Mirip dalam Kartel Narkoba, bisa saja terjadi perang antar "boss" dan kelompoknya manakala rundingan di antara mereka gagal.

Inilah yang kira-kira terjadi. Semakin mendekati 2014, persaingan antar-parpol gadjah menjadi semakin seru dan masing-masing tentu sedang mencari sumber-sumber (resources) untuk kepentingan Pileg dan Pilpres. Disamping itu, upaya-upaya untuk melakukan pasifikasi antar parpol yang dianggap pesaing berat sudah mulai. Partai demokrat dan Golkar tampaknya sudah menyadari betul bahwa keduanya tak mungkin bisa bersatu di 2014. Golkar sudah mengelus-elus sang boss untuk menjadi calon utama, sementara PD juga belum mau begitusaja menyerah untuk hanya menjadi nomor dua. Kini PD sedang melirik kemungkinan bersekutu dengan PDIP, sambil terus mencoba memperlemah partai berlambang beringin yang diperkirakan akan moncer itu.

Munculnya Gayusgate tentu merupakan kesempatan yang takkan begitu saja dibiarkan oleh PD dan parpol-parpol lain yang merasa tidak terlalu sreg dengan Golkar. Jadilah Gayusgate sebagai arena pertarungan yang dapat dipakai melemahkan salah satu pihak (PD atau Golkar), dan ternyata untuk sementara Golkar dan bossnya sedang berada di bawah angin. Itulah sebabnya, para petinggi Golkar segera mengembangkan "cattenaccio" dengan menyeret Polri terlibat di dalmnya, dan tak tanggung-tanggung meminta agar Satgas Mafia Hukum bentukan Presiden yang harus diselidiki! Dengan manuver semacam ini, Golkar setidaknya ingin menunjukkan bahwa PD juga memiliki titik lemah yang bisa dieksploitasi. Jika Golkar berhasil dengan manuver ini, setidaknya Gayusgate tidak hanya akan mengarah kepada satu target, yaitu Ical, tetapi juga bisa mengarah ke Pemerintah.

Gayusgate, pada gilirannya, bukan lagi dianggap sebagai salah satu pintu penting untuk membongkar kasusu korupsi yang menghebohkan dan melibatkan banyak pihak dan elite di negeri ini. Ia berpotensi menjadi wilayah tawar-menawar (bargaining) politik bisas saja antara kekuatan-kekuatan yang sedang bersaing. Apalagi jika pihak yang menangani Gayusgate ini juga memiliki kepentingan di dalamnya, seperti Polri yang sebagian oknum petingginya telah menjadi tersangka, dan Kejagung juga yang ternyata beberap oknumnya berperan penting di dalamnya.

Di sinilah urgensi pelibatan KPK dalam penuntasan Gayusgate agar ia dapat diselamatkan dari politisasi. Jika KPK tidak menjadi leading sector dalam penenganan kasus ini (setidaknya yang terkait dengan korupsi), maka jelas akan dilakukan tawar-menawar antara elit keuasaan yang sedang bertarung tersebut. Rakyat dan publik Indonesia ujung-ujungnya hanya akan memperoleh pepesan kosong, atau bahkan boleh jadi "hilang"nya Gayusgate dari proses peradilan yang sejati.

Golkar telah mengirim tendangan salvo agar tim Mafia Hukum diperiksa Polri. Kita lihat saja bagaimana reaksi Pemerintah dan DPR yang merupakan bagian integral dari permainan politik ini. Publik yang semakin gerah dan frustrasi tampaknya hanya bisa wait and see juga, apalagi jika keterlibatan KPK tidak akan diwujudkan atau ditunda-tunda terus menerus. Bukan saja upaya penanganan skandal korupsi yang sangat menhebohkan itu jalan di tempat, tetapi bisa-bisa hanya tinggal kenangan seperti skandal BLBI dan Centurygate!

Links:

1. http://www.detiknews.com/read/2010/11/28/114129/1504149/10/golkar-minta-polisi-periksa-satgas-antimafia-hukum?nd992203605
2. http://www.detiknews.com/read/2010/11/29/113954/1504630/10/minta-satgas-diperiksa-polisi-soal-gayus-golkar-melawan-sby
3. http://www.detiknews.com/read/2010/11/29/103239/1504549/10/ingin-satgas-diperiksa-polisi-golkar-dinilai-lakukan-serangan-balik?nd992203605
4. http://www.detiknews.com/read/2010/11/29/061827/1504395/10/tuntutan-golkar-agar-satgas-diperiksa-polisi-soal-gayus-berlebihan?nd992203605
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS