Thursday, August 7, 2014

MENGAPA POPULARITAS PRABOWO MEROSOT PASCA-PILPRES?

Prabowo Subianto (PS) dan para pendukungnya mungkin tak pernah mimpi bahwa pendukung-2nya mulai meninggalkan dirinya pasca Pilpres 2014 sebagaimana hasil survei LSI terakhir ini. Saya tidak akan terkejut jika PS dkk nanti akan menolak dan bahkan mengecam hasil survei tsb dengan menuding sebagai survei pesanan, survei abal-abal, atau cara menekan pihaknya oleh pihak lawan. Bukan hil yang mustahal jika kubu PS akan membuat semacam survei tandingan yg hasilnya justru sebaliknya dari survai LSI itu, atau yang lain-lainnya.

Namun buat saya sangat logis jika survei LSI melaporkan hasil berupa makin merosotnya popularitas PS dan makin banyak pendukungnya yang meninggalkannya. Harapan PS untuk mendapat dukungan besar dari publik melalui respon-2 vulgar dan lebay selama ini ternyata membentur batu karang. Alih-alih menarik simpati publik, justru antipati yg didapat. Sebab bukan soal substansi pelanggaran dalam pelaksanaan Pilpres itu benar yang jadi masalah. Kalau soal itu publik Indonesia umumnya paham bahwa pelaksanaan Pemilu (legislatif dan Presiden) masih banyak kelemahan dan potensial dicemari berbagai kecurangan seperti politik uang, intervensi aparat Pemda dan parpol, dan lemahnya penyelenggara Pemilu di Daerah. Tetapi rakyat juga bisa memahami bahwa secara umum, Pemilu 2014 jauh lebih bagus ketimbang Pemilu 2009, dan kalaupun masih ada berbagai kelemahan dan masalah, mereka mengharapkan bisa diselesaikan melalui jalur aturan yg ada dan menghindari cara-cara yang vulgar.

Sikap dari kubu PS dkk merespon Pilpres justru menciptakan antipati publik. Apalagi jika kemudian banyak terjadi blunder dalam statemen publik yg dilontarkan secara emosional dan lebay, seperti soal 'ancaman people power' (Eggi Sujana), 'Pabowo itu titisan Allah' (Nurcahya Tandang ), 'Roro Jonggrang bikin G. Tangkuban Perahu' (Taufik Ridho), 'Pilpres Indonesia lebih  buruk dari Korut' (PS), 'menolak hasil Pilpres dan mundur dari proses penghitungan KPU' (PS), dan mungkin masih ada lainnya lagi yang seperti itu. Pepatah mengatakan, 'mulutmu adalah harimaumu', maka statemen-statemen lebay tsb mendapat respon negatif bahkan dari mereka yang semula punya harapan kepada PS atau setidaknya dari mereka yg ikut-2an mendukung PS karena terpesona dengan citranya yang hebat sebagai calon pemimpin yang didambakan oleh bangsa. Maka melihat respon elit mereka yang vulgar itu, harapan, pesona, citra, dan impian pun buyar dan mereka pun mulai melihat kenyataan.

Respon publik seperti itu sebaiknya juga tidak diremehkan oleh Jokow-JK dan para pendukungnya. Mereka harus mau belajar agar tak mengulanginya. Jika mereka tidak mampu memberikan apa yang telah dijanjikan dalam platform dan dalam kampanye, tanpa alasan-2 dan argumentasi2 yang nalar, maka dukungan publik yg semula besarpun lambat laun akan pudar. Ini juga sudah dialami oleh Pak SBY yang semua sangat populer dan bahkan terpilih dalam dua periode, tetapi ujung-ujungnya partainya ditinggalkan oleh para pendukungnya karena kasus-2 korupsi, sembari kecewa terhadap kepemimpinan beliau yg dianggap lamban dan tidak tegas dalam merespons berbagai masalah strategis.

Demokrasi memang akan membuat perubahan dalam cara melihat oleh rakyat thd para pemimpinnya. Semakin rakyat memiliki akses kepada informasi dan mampu menggunakannya secara nalar, kritis dan efektif, maka para pemimpin dan kelompok penguasa harus semakin hati-hati dalam bicara dan berperilaku di ruang publik. Rakyat memang sabar dan tidak grusa grusu memberikan penilaian dan menjatuhkan vonis mereka. Tetapi jika para elit tidak berhati-hati, suka lebay, dan menyepelekan rakyat, maka rakyat pun akan memberikan niali merah dan meninggalkan mereka. Bisa lambat tetapi bisa juga cepat.


Simak tautan ini:

http://nasional.kompas.com/read/2014/08/07/15182961/Prabowo.Mulai.Ditinggalkan.Pendukungnya.Pasca.Penetapan.KPU
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS