Thursday, August 7, 2014

PILPRES INDONESIA LEBIH BURUK KETIMBANG DI KORUT?

Prabowo Subianto (PS) utk kesekian kalinya melontarkan kritik keras terhadap pelaksanaan Pilpres 2014. Ia mengatakan bahwa kinerja KPU sangat buruk sehingga Pilpres 2014 di Indonesia lebih buruk ketimbang di Korea Utara (Korut). Kemarin (Rabu 6 Agustus 2014), di depan Majelis Hakim MK PS antara lain mengatakan: "Bahkan di Korea Utara pun tidak terjadi, mereka bikin 97,8 persen. Di kita, ada yang 100 persen, ini luar biasa. Ini hanya terjadi di negara totaliter, fasis dan komunis." Bagaimana kritik tsb kita sikapi?

Saya kira statemen PS di atas harus dipahami dalam konteks memberikan appeal atau menarik perhatian baik MK maupun publik utk memerkuat tuntutan pihaknya dalam proses gugatan PHPU yg sedang digelar sejak kemarin. PS mengekspressikan apa yang dirasakan oleh dirinya yang sudah dikemukakan sebelumnya, misalnya pada 9 Juli ketika pihaknya menyatakan mundur dari proses penghitungan suara yg dilakukan KPU dan menolak hasil Pilpres 2014 yg diputuskan lembaga tsb. Isi pidato di MK itu sejatinya juga tidak jauh beda dengan pidato PS yg disebarluaskan melalui video bbrp waktu lalu itu. Intinya, PS tidak mempercayai KPU dan penyelenggaraan Pilpres 2014 dianggapnya tidak lagi mengikuti prosnip luber, jurdil, dan damai.

Soal apakah Pilpres Indonesia lebih buruk dari Korut secara substansial tentu sulit utk dipertanggungjawabkan. Bukan saja kedua negara menggunakan sistem politik yg berbeda, tetapi juga dunia pun akan menganggap statemen PS mengada-ada. Kalau PS menuding adanya 100% suara di TPS di beberapa daerah di Indonesia sebagai contoh praktik sistem totaliter danj komunis (semacam Korut?), saya kira juga tidak tepat karena faktanya hal tersebut secara teknis bisa terjadi di TPS-TPS Indonesia. Misalnya, bisa saja saksi-2 yg seharusnya hadir di TPS malah tidak hadir sehingga tak ada satu pun suara yg berbeda, dan itu tetap sah secara aturan main. Orang juga bisa bertanya kenapa PS hanya menyinggung soal Pilpres saja, apakah Pileg yg sebelumnya tidak bermasalah? Bukankah penyelenggaranya juga persisi sama? Apakah ini karena Gerindra berhasil menangguk suara dan memperoleh kursi di Parlemen yg cukup signifikan? Pertanyaan-2 seperti itu tampaknya tidak dipikirkan dampaknya oleh PS karena ia lebih mementingkan efek pidatonya dalam rangka mengappeal MK dan pendukungnya di luar gedung MK agar lebih bersemangat.

Saya kira akhirnya terpulang kepada publik dan rakyat Indonesia juga apakah statemen-2 dan pidato-2 PS akan makin mampu meyakinkan pendengar dan pemisranya atau malah sebaliknya justru menghilangkan simpati kepadanya? Yang jelas publik yang makin kritis dan mampu membedakan mana yg retorika dan mana yg substansi dengan mudah memilah dan memilih pidato2 seperti itu. Dan kapasitas publik seperti itulah salah satu hasil positif dari sistem demokrasi yang berjalan dengan efektif.


Simak tautan ini:

http://news.detik.com/pemilu2014/read/2014/08/06/105920/2654457/1562/prabowo-tuding-pilpres-indonesia-lebih-buruk-dibanding-korut
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS