Tuesday, September 2, 2014

MENCERMATI PANDANGAN HB X SOAL FLORENCE SIHOMBING:

Saya sebenarnya sudah punya feeling akan beginilah reaksi Ngarso Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono X (HB) terkait kasus Florence Sihombing (FS) yg dikuyo-2 (dibully), dilaporkan, dan ditahan Polda Yogya karena tulisannya yg dianggap melecehkan/menghujat/menghina Yogya, masyarakat dan budayanya. Memang saya belum menulis status soal feeling saya tsb, jadi tulisan ini seolah-2 hanya omongan "after the fact" saja. Tapi biar saja. Setidaknya saya menggunakan hak saya untuk mengomentari kasus ini dari sisi lain, termasuk sisi budaya. Dan salah satu sumber yg saya anggap penting adalah pandangan HB X, karena beliau adlh "priyagung" Yogya dan pemimpin yg punya kaliber nasional sehingga pandangannya penting utk dicermati.

Beliau mengatakan bhw penahanan FS itu terjadi karena "laporan lembaga swadaya masyarakat ke kepolisian." Bagaimana pandangan beliau pribadi? "Kalau (sama) saya, tak ada masalah". Sebagai pemimpin, HB memahami tindakan Polri karena memang demikian tugas aparat negara itu. Beliau mengatakan : "Kalau laporan itu tak ditindaklanjuti, ... polisi bisa dianggap mendiamkan perkara." Namun demikian, dan ini yg saya garis bawahi, HB X berharap ada mediasi untuk menyelesaikan masalah itu. Polisi, masih kata Ngarso Dalem, sebaiknya berperan dalam memfasilitasi antara Florence dan pelapornya. Tujuannya: "Ada win-win solution."

Hemat saya, pandangan HB X sama sekali bukan cerminan pendekatan legalistik seperti yg digunakan para pelapor atau orang-orang yang demen sanksi legal formal. Pendekatan Ngarso Dalem juga lebih mirip dengan Dekan FH UGM yakni pendekatan etik dan budaya, tanpa menafikan substansi bahwa FS memang harus mendapat sanksi dari tindakannya. Permintaan maaf FS sudah memenuhi sanksi sosial dan etik tersebut, sementara pemidanaan yg diupayakan oleh para pelapor dan diakomodir Polda Yogya tidak dianggap sebagai solusi yang pas.

Kini FS telah berstatus bebas bersyarat dan, semoga, segera bebas murni. Sanksi sosial dan etik sudah dijalaninya dan saya yakin pengalaman ini akan tetap menjadi catatan penting dlm hidupnya. Kalau FS menyikapi dg positif, mungkin kasus yg dialaminya ini malah bisa dia abadikan menjadi  thesis S-2 atau bahkan disertasi S-3 nya nanti, yakni bagaimana norma-2 hukum harus ditegakkan dalam perkembangan masyarakat yang terbuka dan demokratis serta dipengaruhi teknologi informasi yg canggih seperti di Yogya (dan Indonesia pada umumnya). Insya Allah, pengalaman ini bukan seusatu yg traumatik bagi FS tetapi yang edukatif. Horas, Inang na burju..!!


Simak tautan ini:

http://www.tempo.co/read/news/2014/09/01/078603744/Apa-Tanggapan-Sultan-Yogya-Soal-Florence 
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS