Thursday, September 11, 2014

MENGKRITISI DUKUNGAN PBNU PEMILIHAN LEWAT DPRD

Argumentasi Ketum PBNU, KH. Prof. Dr. Said Agil Siradj (SAS), mendukung Pilkada dikembalikan ke DPRD sangat perlu dipertanyakan validitasnya. Menurut SAS, keputusan Munas NU di Cirebon menyetujui pemilihan kepala daerah kembali ke DPRD dg alasan "(k)arena ini cost social-nya [Sic!] berat sekali. Pada pemilihan langsung, kiai pecah. Gara-gara pilkada langsung pemuda pecah, tokoh masyarakat juga. Terbagi dua, belum lagi kepentingan uangnya." Hemat saya, kalau benar itu pertimbangannya, maka PBNU ibarat orang yg mau menyembuhkan penyakit tetapi hanya dengan melihat gejala luarnya saja. Benarkah perpecahan itu karena sistem Pemilu atau ada sebab lain yg lebih serius? Misalnya karena memang para tokoh masyarakat itu sendiri yang sudah mengalami pergeseran nilai-nilai etis mereka sehingga mudah dipecah oleh politik uang? Lalu apakah apakah benar bhw kasus perpecahan tsb merata di seluruh negeri sehingga membahayakan keutuhan bangsa, atau hanya di beberapa daerah yg juga mengalami persoalan 2 lain, misalnya kemiskinan, masalah SARA, konflik elit parpol, dll.

Saya pernah menyaksikan sendiri ketika terjadi pemilihan Kepala Daerah di sebuah Propinsi pd saat masih memakai sistem lama, yaitu dipilih DPRD. Jumlah anggota  Fraksi PKB di Propinsi tsb (yg adalah wilayah kaum nahdliyyin) cukup besar, bahkan mungkin paling besar. Secara rasional, kalau pun tidak menang tetapi juga tidak akan kalah telak. Tetapi ternyata mereka tidak tunduk kepada arahan Ketum Dewan Syuro DPP (almaghfurlah GD) agar memilih calon yang sudah diajukan oleh PKB sendiri!. Padahal semua anggota FKB di DPRD itu sudah dibai'at (disumpah) di depan beliau dan para Kyai agar loyal kpd keputusan partai. Ternyata ketika pemilihan terjadi, calon PKB kalah telak dan sangat jelas bahwa loyalitas dari anggota Fraksi PKB tsb bukan pada GD dan partai tetapi pada fulus (uang). Dari kasus ini, argumen SAS tdk berlaku karena dlm pilihan oleh DPRD pun bisa terjadi perpecahan antara tokoh partai dg ulama dan antara wakil rakyat dg partainya sendiri!. Yang bikin mereka pecah bukan sistem pemilihan, tetapi kuatnya nafsu mementingkan diri sendiri dan lemahnya mental mereka sebagai anggota partai yg diamanati menjadi wakil rakyat. Di masyarakat pun saya rasa demikian, degradasi soliditas terjadi karena para tokoh yg makin berorientasi pada pengutamaan kepentingan diri sendiri dan bukan kepentingan yg lebih besar.

Argumen SAS juga menunjukkan potret menyedihkan dari wawasan pemikiran dari elit PBNU saat ini dalam menyikapi politik di negeri ini. Sebagai Ketua PBNU, yg seharusnya meneruskan jejak pemikiran dan perjuangan almaghfurlah GD dlm masalah demokrasi, SAS malah mengalami kemunduran atau setback dlm. Hemat saya, pemikiran dan kiprah GD dlm menyikapi masalah kenegaraan mengutamakan prinsip kedaulatan rakyat, sehingga lebih condong pada sistem dan praktik-2 ketatanegaraan yang memberi ruang makin besar kepada rakyat utk berpartisipasi di dalamnya. Dalam paradigma Gusdurian, sangat penting utk membedakan mana yang masalah inti dan mana yang tidak. Beberapa kerugian (madharat) sistem pilsung yg disebutkan SAS memang wajib diperbaiki agar makin baik. Tetapi hal itu tidak bisa ditukar begitu saja dengan praktik yg lebih dekat dg prinsip kedaulatan rakyat yg diwujudkan dengan melibatkan partisipasi rakyat dalam pilkada.

PBNU berpotensi menghadapi degradasi kepercayaan publik apabila elitnya ternyata tidak visioner dan malah pragmatis dalam melihat persoalan bangsa. Hemat saya, SAS belum mampu menerjemahkan pemikiran ttg demokrasi yg pernah dipelopori alm GD dahulu agar NU tetap dibarisan depan dlm mencari terobosan-2 kreatif menghadapi perkembangan situasi masyarakat dan bangsa yang mengalami krisis. Apakah statemen SAS juga ada kaitannya dg dukungan politiknya kepada pasangan Prabowo-Hatta pada Pilpres 2014? Wallahua'lam. Keputusan Munas NU di Cirebon yg mendukung pemilihan kepala daerah melalui DPRD tentu sah-sah saja sebagai sebuah masukan utk Pemerintah, namun pada akhirnya UU Negaralah yg harus dipakai sebagai rujukan utama. Dan rakyat akan menilai PBNU, apakah ia memihak kehendak sejarah atau melawannya. 


Simak tautan ini:

http://news.detik.com/read/2014/09/10/132902/2686413/10/pbnu-setuju-pilkada-dikembalikan-ke-dprd?9922032
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS