Monday, September 8, 2014

PERUBAHAN SISTEM PILKADA: DEFORMASI, BUKAN REFORMASI

Saat ini proses reformasi yang berjalan 15 th sedang mengalami "deformasi" alias perubahan yang berbeda dari tujuan karena terjadinya penyelewengan atau distorsi oleh para pelakunya. Salah satu kasus yg paling mencolok dari fenomena deformasi ini adalahj upaya perubahan pemilihan Kepala Daerah, dari metode pemilihan langsung oleh rakyat, menjadi pemilihan oleh DPRD. Sebelumnya, di DPR pun terjadi deformasi tersebut dalam kasus ditetapkannya UU MD3 yg menciptakan sebuah keanehan atau anomali dalam pemilihan pimpinan DPR, sehingga parpol yg memenangkan Pileg 2014 bisa saja tidak memimpin Parlemen karena dikeroyok oleh koalisi parpol opisisi melalui sistem voting. UU ini kini sedang berada di MK. Jika MK membatalkannya maka deformasi demokrasi masih mungkin dicegah memalaui upaya ini. Demikian pula nanti jika UU Pemilu Kepala Daerah tsb tetap disahkan DPR karena kemenangan voting kelompok parpol oposisi di DPR, maka masih ada jalan ke MK.

Terlepas dari hasil di MK nanti, hemat saya deformasi demokrasi saat ini semakin cenderung menguat karena parpol-parpol di DPR tidak memiliki visi yang benar dan konsistensi dalam melanjutkan proses reformasi menuju konsolidasi sistem Demokrasi Konstitusional. Alih-alih, justru parpol-2 tsb menjadi pelaku utama dari upaya distorsi thd proses reformasi dengan cara memaksakan kehendak dan mengabaikan nilai-nilai inti demokrasi dengan menggantinya menjadi sekedar proseduralisme dan praktik seolah-olah demokrasi. Parpol-2 tersebut hanya memikirkan bagaimana mempertahankan kekuasaan mereka di tingkat politik elektoral, sehingga manipulasi terhadap aturan pun lantas bisa dilegitimasi dengan berbagai retorika hukum. Para elite parpol sengaja dan terang-terangan mendukung deformasi demokrasi ini karena ingin kembali kepada sistem politik yg lebih memberikan jaminan kemapanan bagi kekuasaan mereka. Dengan menggunakan mekanisme di DPR, mereka lantas melancarkan operasi yg mirip dengan sebuah "kudeta merangkak" (creeping coup): selangkah demi selangkah mengubah total sistem demokrasi yg dicita-2kan para pekerja reformasi pada.

Agenda dibalik perubahan sistem Pilkada adalah mencapai sebuah tujuan pragmatis: mempertahankan kekuasaan Kepala Daerah, karena mereka inilah yg akan menjadi ujung tombak keuangan parpol, misalnya wewenang perizinan dlm ekspolrasi dan eksploitasi SDA, investasi, DAU, subsidi-2, dan masih bayak lagi. Parpol dan elite parpol pendukung pemilihan Kepala Daerah di DPRD sama sekali tidak memikirkan masa depan demokrasi konstitusional. Alasan-alasan normatif mereka hanyalah semacam dalih dan retorika kosong belaka. 

Simak tautan ini:

http://www.tempo.co/read/news/2014/09/08/078605150/Sistem-Pilkada-Diubah-PDIP-Ini-Kemunduran
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS