Wednesday, October 1, 2014

KEGALAUAN JELANG AKHIR JABATAN PRESIDEN

Sambil menunggu kantin hotel buka utk sarapan, saya browsing portal berita dari tanah air. Dan inilah yg saya temukan: kabar bhw Presiden SBY urung utk menolak tanda tangan UU Pikada. Alasannya, karena advis Ketua MK,Hamdan Zoelva (HZ) agar tetap ditandatangani karena toh Mendagri yg mewakili Pemerintah juga sudah setuju sewaktu di DPR.

Terus terang, dlm susana pagi musim gugur yg muram krn mendung dan hujan di Paris ini, perasaan saya makin 'ngungun' membaca kabar ini. Pertanyaan saya, kenapa utk urusan sepele begini harus repot2 dg dramatisasi begini? Bukankah publik yg awam pun sudah sangat paham bhw tanda tangan Presiden tdk diperlukan agar sebuah UU yg sudah ditetapkan di DPR berlaku? Apalagi sudah begitu bejibun komentar dan analisa pakar hukum soal yg satu ini. Jadi satu2nya yg bisa saya pahami kenapa kerepotan ini dilakukan adlh bhw ini semua merupakan refleksi kebingungan plus kegalauan yg dihadapi Pemerintah (khususnya Presiden SBY) setelah menghadapi reaksi publik yg amat sangat negatif pasca-penetapan UU Pilkada.

Kebingungan dan kegalauan ini kian menjadi2 karena dicoba ditutup dg drama atau dagelan yg ditolak publik dan malah bikin orang hilang simpati. Publik makin berkurang simpatinya dg jurus mbulet spt ini karena kesannya Pemerintah terlalu menganggap remeh publik, seolah tdk punya daya kritis sama sekali.

Walhasil semakin Pemerintah mencoba melakukan manuver utk meraih simpati rakyat justru berbalik. Karena manuver2 tsb hampir semuanya ternyata ekonomis dlm kejujuran. Ujung2nya, kurang dr sebulan masa tugas Pak SBY paripurna, ia bukannya diwarnai dg doa dan rasa duka rakyat karena hrs berpisah, tetapi malah sebaliknya. Sebuah ironi yg akan tercatat dlm sejarah politik dan pemerintahan kita.



Simak tautan ini:


http://nasional.kompas.com/read/2014/09/30/05040771/Batal.Rencana.SBY.Tak.Teken.RUU.Pilkada?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Kknwp
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS