Wednesday, November 12, 2014

KENAIKAN BBM BERSUBSIDI DAN PENOLAKAN DARI DALAM PDIP

Penolakan terhadap kebijakan penaikan harga BBM bersubsidi, atau yg biasanya diperhalus dengan istilah "realokasi subsidi BBM" itu, tampaknya makin menguat bukan saja dari pihak-pihak yang berada di luar pemerintahan, tetapi juga yang berada di dalam. Pihak yg berada di luar tentu yang paling vokal adalah barisan oposisi KMP dan berbagai kalangan masyarakat sipil, termasuk organisasi buruh. Sikap KMP tentu mudah dipahami, yakni penolakan tsb menjadi strategi politik tawar menawar vis-a-vis Pemerintah di samping juga meningkatkan popularitas di mata publik. Pihak-pihak dalam masyarakat sipil lebih bervariasi motifnya, karena mereka tidak hanya politisi tetapi juga yang benar-2 menggunakan perhitungan dan kalkulasi ekonomi serta pertimbangan-2 kepentingan kelompok marjinal. Sebut saja misalnya para tokoh nasional seperti Dr. Rizal Ramli (RR), Kwik Kian Gie (KKG), dll, atau dari organisasi buruh. Belum lagi kalangan akademisi yg juga memposisikan diri berada di pihak yang menolak kebijakan penaikan harga BBM bersubsidi tsb, dengan berbagai alasan ilmiah.

Namun yang tak kalah penting dampak politiknya adalah penolakan yang datangnya justru dari pihak intenal KIH, khususnya dari PDIP. Penolakan ini jika tidak bisa dikelola dengan cermat dan dicarikan solusinya dg cepat, justru berdampak lebih serius ketimbang kalangan eksternal yang saya sebut di atas. Sebab penolakan seperti yg dikemukakan secara lantang dan terus terang oleh politisi di Parlemen dan pejabat daerah dari PDIP akan bibaca oleh publik sebagai ketidak paduan sikap, perpecahan, bahkan konflik terbuka antar-elitnya. Rasanya belum pernah terjadi dalam sejarah Republik ini, sebuah kebijakan Pemerintah yg sangat strategis seperti masalah harga BBM ditolak mentah-2 oleh kalangan partai yang justru menjadi tulang punggungnya, bukan saja di pusat tetapi juga di daerah. Masih mending kalau hanya di DPR RI saja. Bagaimana jika penolakan ini merembet ke daerah-2 pendukung partai Banteng gemuk tsb. Sikap Walikota Solo yg terang-2 an menolak kenijakan Pemerintah pusat, bisa saja akan ditiru oleh pejabat-2 daerah yg diusung oleh PDIP.

Sikap Presiden Jokowi sudah jelas dalam hal penaikan harga itu. Demikian pula dukungan Ketum DPP PDIP, Megawati Soekarnoputri (MS). Yang masih belum jelas benar adlh apakah akan dilakukan bulan ini atau tidak. Kendati Wapres JK dan Menteri-2 yang dekat dengannya, seperti Menko Ekonomi Sofyan Jalil (SJ), gigih akan menetapkan kebijakan ini dg segera, tetapi tetap saja Presiden Jokowi yang akhirnya harus memutuskan dan tentu saja dengan segala resiko politik. Situasi internal PDIP menjadi kendala bagi Pemerintah utk bisa memutuskan dengan cepat apalagi jika pejabat daerah asal partai itu ikut-2an. Bahkan bukan tidak mungkin nanti parpol-2 lain dlm KIH juga terpengaruh dan, dengan berbagai alasan politis, meminta peninjauan ulang. Saya kira DPP PDIP mesti membantu Presiden Jokowi mengatasi penolakan dari kalangan internal ini. Kalau perlu langkah-langkah disiplin terhadap para penolak bisa diambil oleh partai karena bisa berdampak lebih jauh bagi kelancaran kerja dan reputasi PDIP serta Pemerintah yang didukungnya.

Soal timing pengumuman, apakah November atau tidak, mungkin bisa dinegosiasikan sambil memberikan kesempatan bagi para penolak di PDIP utk mengajukan keberatan atau alternatif-2 kepada baik kepada partai maupun Presiden. Bagaimanapun jika keputusan tsb adalah sikap PDIP, semestinya seluruh slagorde partai tsb dari pusat sampai daerah harus utuh dan tidak terbelah.

Simak tautan ini:

http://www.rmol.co/read/2014/11/12/179465/Walikota-Solo-Siap-Dihukum-Partai-karena-Tolak-Rencana-Jokowi-
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS