Monday, April 20, 2015

KAA KE 60: JANGAN HANYA NOSTALGIA DAN PENCITRAAN

Menyambut Konferensi Asia Afrika (KAA) ke 60 di Bandung, 24 April 2015, bangsa Indonesia sudah barang tentu memiliki berbagai harapan. KAA adalah landmark sejarah bagi bangsa dan NKRI karena telah menjadi semacam penanda bangkitnya negara-negara pasca-kolonial dan sikap mereka (pada saat itu) untuk menolak kecenderungan bipolar antara negara Blok Barat dan Blok Soviet. KAA juga menandai sebuah era baru kerjasama antara negara-negara pasca-kolonial tersebut baik di Asia maupun Afrika dan juga Amerika Latin yg kemudian disebut sebagai negara berkembang atau Negara-negara Selatan. Khusus bagi rakyat Indonesia, KAA adalah pengakuan kepemimpinan negeri ini di bawah Bung Karno dalam percaturan dunia, kendati Indonesia baru berusia satu dasawarsa setelah merdeka dari penjajahan.

Enampuluh tahun kemudian, KAA digelar dan tentu saja dalam konteks geopolitik, geostrategis, dan geoekonomi yg sangat berbeda. Beberapa negara pendiri Gerakan Non-Blok, telah mampu menyusul negara-negara Barat dalam kemajuan-kemajuan ekonomi, demokrasi, dan Iptek. Tiongkok dan India bisa dikategorikan dalam kelompok yang berhasil melakukan pemajuan ekonomi, dan iptek. Dalam demokrasi, India dan Indonesia berhasil menjadi contoh negara besar yang menerapkan sistem tersebut. Negara seperti Mesir, masih belum berhasil dalam bidang politik dan ekonomi dan makin terperosok dalam dikatatorisme. Dan tentu saja banyak lagi negara-2 yang masuk dalam Non-Blok yang masih berkutat dalam keterbelakangan, diktator, dan ketertindasan.

Bagi rakyat Indonesia, peringatan KAA ke 60, bisa saja menjadi arena pencitraan Presiden Jokowi (PJ) dan hanya semacam nostalgia kejayaan masa lampau. Ini terjadi jika Indonesia hanya mengulang-2 sukses BK dalam retorika, tetapi gagal melakukan kontekstualisasi melalui hasil-2 yang kongkrit dan bermanfaat bagi bangsa-bangsa Asia dan Afrika khususnya, dan dunia umumnya. Dalam konteks geopolitik dan geostrategis yang multipolar saat ini, KAA mesti melakukan reinterpretasi thd makna Non-Blok, misalnya. Munculnya kekuatan ekonomi baru seperti Tiongkok dan India serta negara-2 di kawasan ASEAN harus bisa dikapitalisasi oleh KAA sebagai sebuah landasan pemberdayaan bangsa-2 Asia dan Afrika ke depan. Ancaman keamanan internasional seperti terorisme dan radikalisme yang menggunakan kedok agama pun menjadi bagian yang sangat penting utk diperhatikan oleh para pemimpin KAA.

Walhasil, rakyat Indonesia menunggu dan akan menilai apakah gawe yg menghabiskan Rp 200 miliar ini akan memberikan manfaat kongkrit atau hanya nostaligia dan pencitraan belaka. SELAMAT DAN SUKSES KAA KE 60!! 


Simak tautan ini:

http://www.tempo.co/read/news/2015/04/20/078659013/KAA-Ke-60-Sukses-3-Hal-Ini-Bisa-Bikin-Geger-Eropa
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS