Monday, May 4, 2015

EVALUASI KABINET KERJA, 'YES', RESHUFFLE, 'NANTI DULU.'



Desakan terhadap Presiden Jokowi (PJ) utk melakukan kocok ulang (reshuffle) Kabinet Kerja (KK), semakin deras datang dari berbagai pemangku kepentingan politik di tingkat elit maupun dari kalangan publik. Alasan yg digunakan bermacam-macam, mulai dari yang hanya berdasarkan gosip sampai yang berdasarkan penalaran yg cukup kuat. Beberapa alasan tsb adalah; 1) PJ sendiri, konon, secara pribadi tidak puas dengan susunan (line-up) KK yang berat sebelah, yakni merupakan titipan parpol; 2) Beberapa Menteri KK tidak menempati pos yang pas, sehingga kinerja mereka tidak bisa optimal; 3) Kapasitas beberapa Menteri belum levelnya utk posisi sebagai anggota Kabinet; dan 4) Adanya kekecewaan dari pihak partai pendukung PJ, yaitu PDIP, terhadap sementara anggota Kabinet yang dikategorikan sebagai para 'penumpang gelap'.

Tentu saja ada beberapa argumen lain mendorong gencarnya isu reshuffle. Misalnya kritik Fadli Zon (FZ) dari Partai Gerindra, yg juga Wakil Ketua DPR, yg menyebut perlunya evaluasi KK karena sampai enam bulan terakhir ini belum ada kemajuan berarti dlm Pemerintahan PJ. FZ mengatakan "(d)i bidang ekonomi cukup lamban perkembangannya.. (malah) bisa dibilang buruk..". Masih menurut FZ, di bidang politik hal sama terjadi, karena "(d)ibawah Kemenkumham, terlalu banyak yang ikut campur (urusan parpol). Tidak ada stabilitas politik, tidak ada terobosan jitu..". (http://www.cnnindonesia.com/…/fadli-zon-desak-jokowi-evalu…/). Last but not the least, jajak pendapat dari lembaga seperti Poltracking, menujukkan bahwa sebanyak 48,5 persen responden mereka menyatakan tidak puas pada hasil kerja sementara Kabinet Kerja. Kendati jajag pendapat harian Kompas (perbandingan bl Januari dan April 2015) menunjukkan kepuasan thd PJ membaik di bidang politik, di atas 67,8%, tetapi kecenderungan (trend) di bidang ekonomi menurun (25,4%). (http://wikidpr.org/…/harian-kompas-politik-membaik-ekonomi-…).

Hemat saya, wevaluasi thd kinerja anggota KK memang harus (sine qua non), bahkan jika diperlukan bisa sampai pada pelukiran atau pergeseran posisi beberapa anggota KK. Namun demikian utk soal kocok ulang, saya belum melihat urgensinya. Alasan kinerja yang belum baik dari Pemerintahan PJ tidak bisa hanya dibebankan kepada KK saja tetapi juga kendala eksternal yg dihadapi PJ beberapa bulan pertama. Misalnya deadlocknya DPR (kasus konflik KIH vs KMP) yg berdampak serius kepada anggaran Pemerintah (misalnya anggaran yg tdk segera cair karena masalah seperti nomenklatur kementerian yg belum jelas). Konflik Polri vs KPK yg juga menyita waktu PJ dan berdampak pada stabilitas internal termasuk kendala tsb. Secara politik, masih belum terjadinya konsolidasi di Istana, karena tekanan-2 dari parpol pendukung, khususnya PDIP, juga bukan hal yg bisa diremehkan pengaruhnya.

Secara psikologis, kocok ulang KK dalam tempo yang terlalu singkat (6 bulan) dalam Pemerintahan akan melemahkan 'confidence' dari para menteri, demikian juga di kalangan pelaku pasar. Secara politik, kocok ulang akan membuka peluang berbagai transaksi politik dengan parpol yg berdampak kekisruhan serta merusak konsolidasi yg sedang berjalan. Publik yang lebih mengharap ada ketenangan dalam pemerintahan PJ, juga kemungkinan akan bereaksi negatif jika reshufle menciptkan kegaduhan baru. Evaluasi dan melakukan penggeseran beberapa Menteri (jika harus) berdasarkan hasil evaluasi oleh Kastafpres saya rasa merupakan jalang tengah yg bisa ditempuh PJ. Ini agar konsolidasi dlm Pemerintahan bisa terus berjalan sambil melakukan perbaikan-2 yang fundamental.

Tentu saja, keputusan terakhir terpulang kepada PJ apakah akan evaluasi atau akan reshuffle Kabinetnya.

Simak tautan ini:

http://www.cnnindonesia.com/politik/20150430181001-32-50362/pdip-kabinet-kerja-harus-reshuffle-tahun-ini/
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS