Wednesday, May 27, 2015

KPK SIAGA SATU?

Seperti saya kemukakan dalam status di wall ini kemaren, salah satu dampak dari putusan Hakim Haswandi (Hw) terhadap KPK adalah kian menguatnya semangat para pengritik dan penggiat pelemahan lembaga antirasuah tersebut. Sinyalemen Wakilm Ketua DPR-RI dari Fraksi PKS, Fachry Hamzah (FH) adalah salah satu buktinya. FH yg dikenal luas sebagai salah satu proponen yang sangat lantang mengkritisi KPK di DPR, seolah mendapat peluru baru dengan "kekalahan" KPK yang ketiga kalinya di PN Jaksel terkait prapreadilan mantan Ketua BPK, Hadi Purnomo (HP). FH langsung menyimpulkan bahwa KPK "...sering melakukan tindakan hukum projusticia yang melanggar undang-undang dan KUHAP." Tentu FH tidak merasa perlu mendengar argumen balik dari pimpinan KPK mengenai absurditas pertimbangan hukum yang diajukan Hakim Hw utk sampai pada kesimpulan demikian. Bagi politisi seperti FH, yg penting adalah bagaimana putusan praperadilan tsb bisa dikapitalisasi utk menopang kepentingannya dalam "perang" melawan KPK.

Terlepas dari validitas omongan FH, tetapi saya yakin bahwa apa yg dikatakan politisi PKS ini akan disambut dan disebarluaskan oleh pihak-pihak yang menginginkan agar KPK semakin kehilangan kredibilitas publik. Apalagi jika pimpinan sementara KPK di bawah Taufiequrrachman Ruki (TR) ternyata tidak mampu segera menunjukkan bahwa pihaknya akan tetap tegas dan tegar dalam menyikapi pelemahan KPK yg terstruktur, sistematis, dan massif ini. Sebab, kritik keras thd KPK bukan hanya dari DPR, bahkan dari Polri pun suara miring ttg KPK kembali terdengar. Misalnya statemen Kabareskrim Budi Waseso (BWs) yg menyatakan bahwa kinerja KPK bisa cacat hukum jika penyidiknya bukan dari Polri. (http://nasional.kompas.com/read/2015/05/27/14501581/Kata.Kabareskrim.Kerja.KPK.Bisa.Cacat.Hukum.Jika.Penyidiknya.Bukan.dari.Polri?utm_campaign=related_left&utm_medium=bp&utm_source=news). Statemen ini bisa ditafsirkan seakan-akan KPK tidak memiliki landasan hukum yg kuat dalam mengangkat penyidik non-polri, padahal justru KPK mendasari langkah tsb dengan menggunakan UU KPK yg merupakan lex specialis terhadap UU KUHAP.

Sudah seringkali saya menyatakan bhw masalah yg dihadapi KPK bukan cuma persoalan legal formal hukum belaka, tetapi juga masalah kekuasaan alias politik, yang terkait dengan para pelaku koruptor dan kekuatan oligarkis di belakang mereka. Hakim-hakim pun, jika tak memiliki integritas yang kuat, tidak akan mampu menghindari tekanan kekuatan dari luar sehingga putusan-putusan mereka sangat rentan terhadap politisasi tsb. Terlalu naif, saya kira, untuk menepis faktor kekuasaan yang ikut bermain dalam masalah ini. Publik harus diberikan wawasan bahwa hukum tidak imun dari pengaruh kekuasaan dan sebaliknya. Dengan demikian memahami putusan-2 Hakim yang berbeda-2 dalam masalah praperadilan pun harus dengan pencermatan bukan saja pada tataran rumusan legal formal, tetapi juga dari sisi lain.

Kalau ada pameo bahwa "perang terlalu penting ut diserahkan hanya kepada para Jenderal," maka "keadilanpun terlalu penting utk hanya diserahkan kepada para Hakim." Apalagi jika para Hakim tersebut berada dalam sebuah lingkungan masyarakat yang korup!


Simak tautan ini:
http://news.detik.com/read/2015/05/26/201658/2925812/10/kpk-putusan-hakim-haswandi-patahkan-upaya-pemberantasan-korupsi?nd772204btr
 
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS