Saturday, September 5, 2015

PACEKLIK NALAR SEHAT DAN KESANTUNAN DALAM POLITIK

Bukan hanya paceklik dalam pengertian "musim kekurangan bahan makanan" saja yang sedang terjadi di negeri kita, tetapi, dan yang lebih mengerikan bagi kehidupan bangsa dan negara, adalah paceklik nalar sehat dan kesantunan dalam politik yg terjadi di dalam elit DPR-RI, yg notabene adalah lembaga para wakil rakyat itu. Nuansa paceklik ini begitu dahsyat dan mendalam bagi kehidupan berbangsa dan bernegara walaupun penampakan peristiwanya hanya kurang dari 30 menit, jika dilihat dari tayangan YouTube. Yang saya maksud tentu saja adalah kehadiran Ketua dan Wakil Ketua DPR-RI, Setya Novanto (SN) dan Fadli Zon (FZ), dalam konferensi pers kampanye capres AS, Dobald Trump (DT).

Mengapa saya katakan kemarau akal sehat dalam politik? Karena peristiwa itu menunjukkan betapa bodohnya kedua pimpinan  DPR dalam menempatkan diri dan juga Republik Indonesia serta bangsa Indonesia dalam suatu event yang jelas sekali adalah terkait politik nasional negara asing, yakni kampanye Presiden di negeri orang. Alasan FZ bahwa kehadiran itu tdk direncanakan dan merupakan sopan santun sebagai tamu, sama sekali tidak bisa diterima nalar sehat: 1) ikut dalam konpers kampanye DT itu pasti bisa dihindari dan hal itu sangat mudah utk dilakukan; 2) fakta bahwa SN dan FZ berada di barisan paling depan dalam konpers menunjukkan bahwa ada kesengajaan utk tampil, bukan sebuah kejadian yang tiba-tiba. Logikanya, para pengawal pribadi dan protokol DT tidak akan membiarkan 'orang-orang tak dikenal' utk berada di jarak sangat dekat, jika orang-2 itu tidak masuk dalam daftar yang diberi clearance oleh Tim kampanye DT; dan 3) kalau memang SN dan FZ mau hengkang setelah makan siang dg tuan rumah, saya yakin sangat bisa dan hanya perlu pamitan sebelum acara konpers. Dugaan sementara saya adalah bahwa kehadiran dan mejeng di konpers tsb adalah sudah direncanakan dan sengaja dilakukan.

Mengapa saya katakan kemarau dalam kesantunan politik? Karena acara mejeng di konpers kampanye DT tidak layak dilakukan oleh pimpinan lembaga perwakilan rakyat sebuah negara berdaulat. Apapun alasan yg dikemukakan FZ mengenai DT dan pandangannya ttg Indonesia, faktanya adalah bahwa beliau adalah calon Presiden AS yg sedang bertanding. Kehadiran pihak-2 asing dalam sebuah kampanye akan ditafsirkan sebagai dukungan atau endorsement atau paling tidak simpati thd sang capres. Apalagi yg hadir adalah pimpinan DPR. Bayangkan jika dlm kampanye salah satu capres pada Pilpres Indonesia 2014 dihadiri Ketua DPR AS, John Boehner, atau Ketua Senat AS, Mitch McConnell. Bukan saja peristiwa itu akan dipermasalhkan di AS, tetapi di negeri kita akan menciptakan kegaduhan luar biasa, minimal akan ada tudingan bhw AS berada di belakang sang capres! Dalam sopan santun diplomasi, hal seperti ini sama sekali tidak baik.

Kehadiran SN dan FZ, mungkin tidak akan dianggap serius oleh publik AS atau pihak yg sedang berkompetisi dg DT. Tetapi di negeri kita, perilaku dua pimpinan DPR itu akan menciptakan berbagai spekulasi negatif. Bisa jadi spekulasi itu tdk benar dan akan dibantah terus oleh SN dan FZ dkk, tetapi noktah hitam dalam citra pimpinan DPR sudah diterakan. DPR yang masih harus berjuang keras utk memenangkan hati dan pikiran rakyat Indonesia, karena kinerjanya yg buruk dan rendah tingkat kepercayaannya itu, kini ditambahi deg ulah yang sangat bodoh dari kedua pimpinannya. Kunjungan ke negara sahabat seperti AS yang sebenarnya bisa mengangkat marwah DPR dan pimpinannya di mata rakyat, kini berubah mencari ajang hujatan dan cercaan publik.

Nalar dan kesantunan politik dari para politisi dan lembaga politik adalah dua faktor penting dalam kehidupan berpolitik yang bermartabat dan efektif bagi kemajuan bangsa dan negara. Jika pemimpin DPR mengabaikan keduanya, maka berarti mereka sebenarnya menjadi salah satu persoalan besar bagi kehidupan politik negeri ini. Dalam pandangan saya, SN dan FZ sedang mempertontonkan kepada rakyat Indonesia dan dunia betapa rendahnya kualitas nalar dan kesantunan politik yg mereka punya. Mereka bisa saja merupakan manusia-2 pilihan rakyat dalam Pileg, tetapi bisa saja adalah pilihan yang keliru. DPR RI tak layak dipimpin oleh politisi yang tidak mampu menunjukkan nalar dan kesantunan politik yang baik di mata rakyat dan dunia. Padahal dunia telah kompak menasbihkan RI sebagai salah satu contoh sukses dalam demokratisasi. Pertanyaannya, apakah pemimpin-2 yang demikian masih layak dipertahankan oleh bangsa dan negara RI?
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS