Thursday, September 3, 2015

MENGAPA PAN MEMILIH GABUNG KE KUBU KIH?

Keputusan Partai Amanat Nasional (PAN), di bawah kepimpinan Zulkiflik Hassan (Zulhas, ZH) utk hijrah dari kubu KMP ke kubu KIH, sejatinya tidak terlalu mengejutkan karena hal ini sudah diprediksi banyak pengamat politik sejak Konggres di Bali bbrp waktu lalu. Zulhas, yg berhasil mematahkan dominasi Hatta Rajasa (HR) dan menjadi Ketum DPP, sejak awal sudah mengindikasikan dirinya dan partai yang dipimpinnya utk mengambil jarak dengan mantan Menteri Ekonomi era Presiden RI ke 6, SBY, itu. Berbagai pendekatan Zulhas dengan tokoh-tokoh KIH dan PDIP pasca-Kongres kian memperkuat spekulasi dan prediksi adanya kemungkinan hengkangnya partai besutan Amien Rais (AR) tsb dari KMP. Dan ternyata 7 bulan kemudian PAN benar-benar pecah kongsi dengan KMP dan pindah tempat ke KIH.

Hemat saya, move PAN tidak terlalu jauh dengan apa yg dilakukan oleh PPP kubu Romahurmuzi (Rommy), dan Golkar kubu Agung Laksono (AL). Kedua kubu parpol tsb melihat prospek dalam KMP tidak akan mendukung kepentingan mereka, termasuk kepentingan dalam konflik internal menghadapi lawan-2 mereka. Dalam kasus PAN di bawah Zulhas, memang tdk ada konflik internal, tetapi bisa saja Ketua MPR tersebut memandang posisi sebagai anggota KMP akan memberi kesan bahwa dirinya tidak mengambil jarak yg jelas denga HR dan AR. Lebih jauh, menjadi bagian dari KMP akan menjadikan akses politik kepada Pemerintah Presiden Jokowi (PJ) tidak terlalu mulus, padahal parpol seperti PAN sangat memerlukan akses tsb. Kecenderungan partai tsb utk turun jumlah suaranya dlm Pileg akan semakin serius mendekati 2019, jika tidak ada akses kepada PJ tsb. Realisme politik Zulhas dkk ternyata lebih kuat ketimbang keinginan KMP agar koalisi tsb tetap kokoh. KMP tentu sangat kecewa dengan prilaku PAN (yg notabene mendapat posisi Ketua MPR karena KMP) karena jelas akan memperlemah standingnya dalam perimbangan kekuatan di Parlemen.

Jika ditilik dari sisi eksternal, hengkangnya PAN dari kubu KMP merupakan indikator bahwa konsolidasi kekuatan PJ telah menghasilkan perubahan konstelasi politik di Parlemen yang akan mendukung stabilitas relasi Parlemen dan Pamerintah. Apalagi jika nanati kasus-kasus konflik elite PPP dan Golkar juga dimenangkan oleh kubu-2 yang memilih gabung dg KIH. Dengan masuknya PAN, maka kubu KIH bertambah koko sementara KMP makin terpuruk karena tinggal Gerindra dan PKS, sedang Demokrat akan tetap tidak jelas posisinya! Tinggal bagaimana PJ akan mampu mengelola kekuatan parpol di Parlemen agar bisa harmonis dengan Istana, termasuk mengendalikan sejumlah politisi-2 PDIP yang masih vokal menentangnya.

PAN tentu berharap akan mendapat jatah posisi strategis seperti dlm Kabinet PJ, jika sekiranya nanti terjadi reshuffle jilid dua. Kalaupun tidak sampai ke sana, saya kira masih banyak posisi strategis di luar Kabinet yang bisa saja ditawarkan kepada PAN oleh PJ. Pendekatan akomodatif PJ memungkinkan hal itu, seperti contoh kasus PKIP yg tidak punya kursi di Parlemen pun mendapat posisi sangat strategis, yakni Pak Sutiyoso sebagai Kepala BIN. PAN adalah parpol menengah yg punya kursi di Parlemen dan bahkan menduduki kepemimpinan di MPR. Logika sederhananya, tentu jalan lebih "terbuka" ketimbang PKPI utk pembagian posisi strategis tsb.

Konsolidasi PJ tampaknya cukup sukses di ranah politik di Parlemen, dg masuknya PAN dlm kubu KIH, dan pembenahan struktural di Istana. Jika PJ juga berhasil melewati krisis Rupiah dan menstabilkan harga serta ekonomi dlm tempo dua tiga bulan, maka PJ akan semakin percaya diri memasuki tahun kedua Pemerintahannya. 
 
Simak tautan ini:
 
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS