Tuesday, October 27, 2015

PARPOL, POLITISI, DAN PELUANG KORUPSI DANA DESA

Beredarnya copy surat edaran yang mengharuskan calon pendamping dana desa (PDD) berkomitmen menjadi kader PKB di Sukabumi, sejatinya merupakan salah satu indikator penting bahwa adanya kongkalikong antara parpol, politisi, dan pihak pendamping dana desa sangat terbuka. Bocornya copy surat komitmen ke publik itu, bisa saja terjadi karena kompetisi yg sengit utk menjadi PDD, lalu terjadi saling membuka kartu para pesaingnya. DPP PKB boleh saja merasa gerah kerena partainya lantas menjadi bulan-bulanan kritik publik di tanah air dan di media dan medsos. Tetapi saya kira publik di negeri ini juga paham belaka, bahwa praktik seperti itu juga bukanlah suatu 'hil yang mustahal' utk terjadi sehingga bantahan dari parpol tsb barangkali tidak akan terlalu digubris.

Pasalnya, praktik korupsi yang melibatkan parpol dan politisi sudah demikian terang benderang di mata publik. Tidak peduli apakah parpol dan/atau politisi itu berlabel serta berideologi apapun, semuanya kena dan terlibat dalam tipikor di berbagai level. Bedanya hanya soal jumlah anggotanya saja yg terjaring: ada yang masih satu digit, tetapi ada yang sudah dua digit. Mengapa mereka masih belum juga kapok? Sebab salah satu persoalan klasik dalam upaya membongkar praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang oleh parpol dan politisi adalah pembuktian yang tidak mudah dilakukan. Oleh sebab itu, para politisi yang kemudian terjerat kasus tipikor, biasanya adalah hasil operasi tangkap tangan (OTT), atau karena bantuan para peniup peluit (whistleblowers), dan juga para kolaborator keadilan (justice collaborators). Apalagi jika kemudian lembaga antirasuah seperti KPK kemudian menjadi musuh nomor wahid dari parpol dan politisi, maka akan lebih susah bagi publik utk berharap padahal sebenarnya sudah getem-getem dengan ulah parpol dan politisi korup.

Praktik semacam pembuatan "komitmen" PDD itu, hemat saya, masih mungkin terus berlangsung di daerah lain. Dan kalaupun sudah ada preseden seperti di Sukabumi itu, maka modus operandinya tentu bisa saja berganti. Saya termasuk orang yg sangsi bahwa dengan terbongkarnya kasus Sukabumi itu lalu sudah tidak akan ada lagi praktik kongkalikong antara politisi, parpol, dan PDD. Apalagi berharap para pelakunya kapok atau jera. Karenanya, publik di negeri ini perlu terus memantau dan mengawasi kiprah para politisi dan parpol di daerah masing-masing, khususnya di daerah pedesaan. Sebab jumlah dana yang akan dikucurkan begitu besar dan momentum Pilkada sudah dambang pintu. Semoga rakyat Indonesia tidak terkecoh dengan retorika politisi dan tetap mengawasi dengan jeli. 
 
Simak tautan ini:
 
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS