Sunday, November 8, 2015

ADA LOBBYIST ASING DALAM KUNJUNGAN PRESIDEN JOKOWI?

Jika kabar ini benar, inilah bukti yang kesekian kalinya bhw manajemen Pemerintahan Presiden Jokowi (PJ) memang masih perlu diperbaiki secara serius. Baru kali ini dalam sejarah diplomasi Republik Indonesia terjadi hal yang -menurut hemat saya- sangat memalukan: kunjungan RI-1 ke negara sahabat menjadi bahan gunjingan dan olok-olok yg disebarluaskan medsos. Dan repotnya, respon Istana terkesan tidak antisipatif serta asal-asalan. Sebab urusan ini sebenarnya sudah lama ditengarai media dan para pengamat, yaitu adanya semacam duplikasi atau dualisme soal pengaturan kunjungan kenegaraan Presiden Jokowi (PJ) ke Amerika Serikat, yaitu Kemenlu di satu pihak dan kantor Kastafpres (pada waktu itu) di pihak lain. Secara formal, semua urusan kunjungan kenegaraan Presiden adalah urusan Kemenlu. Kalaupun ada pihak-pihak yang ikut dalam proses itu, semuanya harus dibawah koordinasi Kemenlu. Jika prinsip ini tidak diikuti, maka jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, sudah barangtentu Kemenlulah yang akan menjadi pihak yang diminta bertanggungjawab.

Tetapi dalam kasus kunjungan PJ ke AS itu, Kastafpres (waktu itu), Luhut Panjaitan (LP), dikabarkan telah melakukan kegiatan mempersiapkan perjalanan Presiden Jokowi ke Amerika, yg menjadi domain Kemenlu dan Kedubes RI di Washington. (http://nasional.republika.co.id/…/nxfpvg354-kunjungan-jokow…). Inilah yang kemudian menciptakan ketidak-enakan antara Menlu, Retno Marsudi (RM), thd LP. Konon, RM sudah menyatakan ketidak setujuannya dan, saya yakin, hal ini tentunya sudah dikomunikasikan kepada PJ. Sebab media pun sudah tahu mengenai keberatan sang Menlu tsb.

Lalu muncullah kabar penggunaan jasa lobbyist dalam kunjungan PJ ke AS, yg bisa jadi merupakan bagian dari ketidaksinkronan itu. Bagi saya, di samping bantahan resmi dari Kemenlu RI, akal sehat juga tidak bisa menerima jika PJ tidak bisa bertemu dengan Presiden AS tanpa menggunakan jasa pelobi. Apalagi kronologi dari undangan tsb jelas dan otentik bahwa Presiden Obamalah yg mengundang, baik secara lisan maupun tertulis. Jadi kalaupun ada keterlibatan lobby, saya cenderung lebih memercayai bahwa hal itu berada di luar pengetahuan Kemenlu atau Kedubes Ri di Washington, DC. (http://www.konfrontasi.com/…/luhut-kunjungan-jokowi-ke-tak-…)

Saya pun tidak bisa a priori mengatakan bahwa keberadaan para pelobby yg ditulis media hanya omong kosong. (http://asiapacific.anu.edu.au/…/waiting-in-the-white-house-…) Sebab bisa saja ada aktivitas pelobi dalam rangka membantu kontak-kontak tertentu di luar agenda-2 kenegaraan resmi Presiden. Ini suatu hal yang bisa saja ditambahkan jika memang diperlukan. Dan mestinya semua itu harus diketahui dan dikontrol oleh Kemenlu dan kedubes RI. Kasus pelobby ini terjadi karena manajemen yang jauh dari profesional dari Istana akibat dari ketidak-taat asasan dalam penerapan aturan main oleh pihak-2 tertentu di sana. Kasus ini juga mengindikasikan tidak solidnya sinergi antar-penyelenggara Pemerintahan sehingga terjadi rebutan dan gesekan yang tak perlu. Kemenlu, dalam pandangan saya, justru telah melakukan tugas sesuai protap dan tupoksinya.

Tak ada pilihan kecuali pihak Istana mesti mengklarifikasi: 1) Benarkah keterlibatan lobbyist dari Singapura dan AS itu?; 2) siapa yang bertanggungjawab; 3) apa saja yang dilakukan lobbyist itu (jika ada) dan; 4) apakah kiprah para lobbyist tsb bisa merugikan Pemerintah PJ serta diplomasi RI dengan AS. Publik berhak utk tahu mengenai persoalan ini agar fitnah dan tuduhan-tuduhan yang semena-mena thd PJ bisa ditepis dan dihentikan.

Simak tautan ini:

http://politik.rmol.co/read/2015/11/07/223701/Kemlu:-Tidak-Benar-Pemerintah-RI-Pakai-Jasa-Pelobi-Atur-Pertemuan-Jokowi-Obama-
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS