Friday, December 11, 2015

BABAK BARU 'FREEPORT-GATE': MKD DPR VERSUS KEJAGUNG

Setelah marwah dan kredibilitas MKD DPR hancur berkeping-keping di muka publik Indonesia, kini ditampah lagi dengan sebuah tamparan dimukanya oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) RI. Ini terkait dengan penolakan Kejagung terhadap permintaan Junimart Girsang (JG), Wakil Ketua MKD, agar HP yang dipakai merekam pembicaraan oleh Maroef Sjamsoeddin (MS), Presdir Freeport Indonesia (DPFI), diserahkan kepada alat kelengkapan DPR tsb.

Kendati JG menyatakan bahwa penolakan itu tidak masalah, tetapi sejatinya ini merupakan sebuah kekalahan telak dan bukti bhw MKD-DPR tak memiliki wibawa vis-vis Kejagung. Idealnya MKD harus menjadi sektor utama karena ia yang pertama dilapori dan melakukan pemeriksaan thd para pihak melalui sidang yg digelarnya itu. Namun karena proses yang 'mbulet', diwarnai dengan otot-ototan, dan kerja yg dikritik oleh banyak pihak (termasuk Istana) karena tidak sungguh-sungguh, hasil persidangan MKD sejauh ini tak menghasilkan sesuatu yang berarti. Bahkan sebaliknya, hasil proses persidangan itu kian memerkuat pandangan publik tentang betapa tidak bermutunya MKD. Walhasil ia pun kehilangan momentum dan otoritas moral untuk membuktikan kepada rakyat bahwa dirinya masih layak dipercaya. Maka siapa takut dengan MKD?

Sebaliknya, pihak Kejagung menjadi pusat perhatian publik yang baru karena ia membawa kasus dugaan pencatutan nama Presiden dan Wapres itu ke ranah hukum, bukan lagi pelanggaran etik! Harapan publik pun menguat bahwa kasus 'Freeport-gate' tak lagi dianggap remeh dan sekadar permainan para geng. Jika Kejagung berhasil membuktikan adanya unsur pidana, bukan saja permfakatan jahat, tetapi juka korupsi, maka jelas dinamika dan implikasinya akan lebih jauh. Kejagung bahkan bisa menjadi pintu masuk bagi pemeriksaan lebih mendalam mengenai perusahaan multinasional tsb terkait dg isu perpanjangan kontrak yang kontroversial itu.

Namun harus segera dikatakan bahwa masih terlalu dini utk terlalu berharap Kejagung akan mampu mengurai lebih jauh ttg kekusutan terkait Freeport ini. Lebih baik jika publik memonitor kinerja Kejagung dalam menyelesaikan aspek pidana dari kasus laporan SS dan rekaman pembicaraan itu lebih dulu. Sebab tidak ada jaminan bahwa apa yang telah dan sedang terjadi di DPR tak akan terulang di Gedung Bundar, karena saratnya muatan politik dan keterlibatan kekuatan ologarki dalam kasus ini. Setidaknya dengan meningkatkan dan memerluas kasus Freeport-gate ini dari masalah pelanggaran etik menjadi pelanggaran pidana, akan terlihat lebih tegas peran dari aparat penegak hukum serta sanksi pidana yang bisa dijatuhkan kepada pihak-pihak yang terlibat.

Simak tautan ini:

Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS