Saturday, January 30, 2016

MOHON MAAF PAK PRESIDEN, SAYA TIDAK SETUJU

Maksud baik harus juga dilaksanakan dengan cara yang baik. Setidaknya dengan menggunakan cara atau metode yang baik, maka akan mengurangi peluang terjadinya kekeliruan dan salah paham serta paham yang salah. Sehingga maksud baik itu bisa optimal dilaksanakan dan diterima. Ibaratnya, kita bermaksud baik utk memberi uang receh kepada peminta-minta, tetapi jika kita lakukan dengan melemparkannya tentu akan bisa membuka peluang kecurigaan orang bahwa tindakan kita adalah penghinaan.

Gagasan Presiden Jokowi (PJ) untuk mencabut 3000 (tigaribu) Perda yang dianggap bermasalah saya kira baik maksudnya. Karena memang setelah adanya pemberian otonomi kepada daerah-daerah, maka Perda-perda buatan Pemda dan DPRD seringkali menciptaka kontroversi dan ditengarai asal bikin. Penyederhanaan paeraturan daerah, yg akan menorong pembangunan ekonomi juga sebuah itikad yang mulia. Namun demikian jika PJ menginginkan agar pencabutan tsb tanpa dikaji lebih dahulu, saya kurang sependapat. Bukankah kalau sebuah Perda dinyatakan "bermasalah", hal itu menyiratkan telah adanya penyelidikan dan pengkajian, sesederhana apapun?

Kalau alasan beliau adalah soal lamanya pengkajian (katakanlah setahun), saya kira solusinya bukan peniadaan kajian, tetapi dengan percepatannya. Meniadakan kajian malah akan menimbulkan persepsi negatif dan bahkan prasangka buruk ttg adanya tindakan tidak profesional. Mendagri, sebagai pelaksana juga akan menjadi sasaran kritik dari daerah serta para pemangku kepentingan yg merasa dirugikan. Pemerintah Pusat seakan-akan bersikap sewenang-wenang dan mengabaikan Daerah yang, suka atau tidak, memang sudah punya wewenang utk membuat Perda.

Saya setuju jika pembentukan suatu Perda harus diperketat sesuai dengan aturan perundangan serta pertimbangan-2 politik, moral, dan budaya. Perda-2 yang mengarah pada sektarianisme dan diskriminasi, tentu harus secepatnya ditolak, tetapi tetap menggunakan kajian yang bisa dipertanggungjawabkan. Pendekatan hukum sangat penting digunakan dan didalamnya termasuk yurisprudensi. Jika ada Perda-2 baru yg substansinya mirip dengan yang sudah pernah ditolak, saya kira tak perlu kajian yang mendalam. Itu sebabnya Kemendagri mesti punya SDM kompeten serta peralatan canggih yang bisa membantu melakukan verivikasi atas Perda-2 yang masuk dalam kategori berpotensi bermasalah.

Dampak politik dari perintah PJ agar tidak dikalkukan kajian bagi Perda bermasalah bukannya tidak ada. Setidaknya, hal itu akan jadi amunisi bagi pihak-2 yang berseberangan thd beliau, hal itu akan dianggap sebagai penyimpangan thd prosedur. Apa yang diinginkan oleh PJ, yaitu percepatan pembangunan, nanti malah akan mengalami pelambatan gara-gara kebijakan yang tidak sesuai dengan asas demokrasi dan akuntabilitas publik.

Sorry Pak Presiden, saya tdk setuju dengan pandangan panjenengan itu.

Simak tautan ini:

Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS