Monday, July 4, 2016

TERORISME GLOBAL DAN HIPOKRISI INTERNASIONAL


Jika para teroris berdalih memerjuangkan ajaran agama (Islam), lantas bagaimanakah argumentasi mereka utk melegitimasi tindakan biadab yang menewaskan ratusan orang di Baghdad, Istambul, dan Bangladesh dalam kurun waktu kurang dari dua minggu terakhir, ketika ummat Islam sedunia sedang menjalankan ibadah Ramadhan? Bagi kaum garis keras, justifikasi atau pembenaran tentu akan mudah dibuat. Mereka sudah tidak membedakan lagi sasaran aksi teror yang mereka anggap sebagai jihad. Logika Manichean yang digunakan telah menghapus keadaban dan melanggar semua aturan hukum dan moral yang, ironisnya, mereka klaim sebagai landasan aksi mereka.

Bahaya bagi kemanusiaan dari kaum radikal seperti ISIS dan Al-Qaeda serta para pendukungnya, salah satunya, adalah penistaan terhadap ajaran agama dengan menggunakan penafsiran yang merayakan kerusakan dan menolak keadaban. Oleh sebab itu, menghentikan dan memberantas gagasan serta aksi teror adalah kerja bersama kemanusiaan. Jika tidak, maka peradaban manusia akan hancur dan teror menjadi absah sebagai alat kekuasaan.

Penyebaran teror bukan lagi terbatas di negara-negara Timur Tengah atau Afrika Utara, tetapi telah meruyak hampir di seluruh belahan bumi. Kegagalan para pemimpin dunia utk mencari solusi efektif menghadapi ancaman dan bahaya terorisme, sesungguhnya sangat memalukan dan bagi banyak orang tidak masuk akal. Kecurigaan dan tduduhan bahwa ttg adanya konspirasi antara kekuatan-2 adidaya dengan kelompok-2 teroris dengan tujuan menguasai sumber-sumber daya dan wilayah strategis, semakin berkembang karena ketidak efektifan dari apa yg selama ini digembar-gemborkan sebagai "perang melawan terorisme" itu.

Apalagi sikap masyarakat dan penguasa di negara-2 maju tsb juga tidak konsisten. Ketika berbagai aksi teror terjadi di Paris, Brussel, atau AS, solidaritas dan simpati kepada para korban serta kecaman thd ISIS begitu nyata (berbagai meme 'pray for Paris, Brussel" dll sangat marak). Tetapi ketika teror menghantam Turki, Irak, Bangladesh, dan Syiria, hanya sedikit (utk tak mengatakan tak ada) simpati dan solidaritas seperti itu di seluruh dunia. Ini menunjukkan bahwa masah terjadi stereotipe bahwa terorisme hanya terjadi jika Barat yg menjadi korban. Sementara jika di negara-2 lain, khususnya negara yg mayoritas penduduknya Muslim, aksi teror seakan-2 dianggap sebagai sebuah kejadian biasa atau bahkan 'normal'. (http://www.huffingtonpost.com/entry/we-prayed-for-paris-but-what-about-istanbul_us_57741c57e4b042fba1ceeec2)

Indonesia tdk bisa lengah dengan ancaman teror dan menganggap kejadian-2 di Istanbul, Bangladesh, Paris, Brusselm dan Baghdad tidak akan terjadi di wilayahnya. Kemampuan para teroris menjagkau dlm skala global (global reach) tak bisa diragukan lagi. Belum lagi jika di dalam negeri ditengarai para simpatisan kelompok radikal Islam tsb baik yang terang-terangan maupun yang tersembunyi.

Simak tautan ini:



Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS