Dialog di CNN-Indonesia tadi malam (4/10/16) mendiskusikan tren melorotnya elektabilitas petahana Gub DKI, Basuki Tjahaja Purnama (BTP) dengan narsum: politisi senior PDIP, Eva Kusuma Sundari (EKS), Direktur lembaga survei Median, Rico Marbun (RM), dan saya sendiri. Yg menjadi pertanyaan utama adalah mengapa elektabilitas BTP turun dalam berbagai temuan survei terakhir, termasuk yg dibuat oleh Median, dan bagaimana implikasinya terhadap kans sang petahana dalam perebutan kursi DKI-1.
Ada semacam konsensus dari para pemerhati Pilkada DKI bahwa tren penurunan tersebut didukung hampir seluruh survei yg dilakukan beberapa minggu terakhir ini. Sebagian pemerhati malah sudah merediksi bahwa Ahok akan mengalami kesulitan jika terjadi dua kali putaran, bahkan potensi akan kalah pun sudah dilontarkan!
Mengenai hasil-2 survei yang menunjukkan tren penurunan atau melorotnya elektabilitas Ahok tsb, saya berpandangan bahwa fenomena seperti itu merupakan hal yang tidak terlalu mengejutkan, sebab ia lebih merupakan reaksi sementara setelah para penantang petahana telah diumumkan secara resmi. Ada semacam eforia ketika keingin tahuan publik meningkat. Karena itu tren seperti ini belum bisa danggap sebagai suatu hal yg mengkhawatirkan (alarming), tetapi bisa menjadi sebuah peringatan dini (early warning) bagi paslon Basuki-Djarot (Badja) itu.
Ada banyak alasan mengapa sentimen negatif thd Ahok muncul. Salah satunya adalah apa yg dikemukakan RM terkait dg majunya Ahok sebagai kandidat dari partpol, bukan lagi sebagai calon perseorangan atau independen. Menurut peneliti ini ada kekecewaan dari publik thd Ahok karena perpindahan (switching) ini dan, bahkan, muncul kesan bhw Ahok telah menyalahi janji untuk tetap menjadi cagub independen. Saya sepakat dg observasi RM tsb dan mengingatkan bahwa posisi para relawan (Teman Ahok, dll) yg berada di luar struktur tim pemenangan Ahok juga bisa dibaca secara negatif oleh masyarakat sipil yg tidak bersimpati thd parpol. Namun menurut EKS, hal itu bukan masalah karena menurut politisi PDIP tsb para relawan sudah legowo untuk berada di luar struktur tim pemenangan. Keputusan itu, masih menurut EKS, juga bagian dari merupakan strategi pemenangan paslon Badja yg digunakan oleh parpol pendukung. (http://megapolitan.kompas.com/read/2016/10/04/22213811/nusron.wahid.dan.teman.ahok.tak.masuk.tim.pemenangan.ahok-djarot)
Mengenai prediksi bahwa paslon Badja akan mengalami kesulitan jika terjadi dua kali putaran, saya berbeda pandangan dg RM. Hemat saya, belum tentu para pemilih kedua paslon lawan sang petahana itu akan menjadi satu jika terjadi dua kali putaran, kendatipun mereka memiliki kesamaan dalam pandangan dalam hal menolak Ahok. Masih terlalu pagi untuk memberikan penilaian itu karena belum terjadi debat publik antara para paslon, yang juga akan ikut berkontribusi terhadap kemungkinan terjadi pergeseran-2. Survei memang sangat penting sebagai salah satu prediktor, tetapi bukan satu-2nya. Lagi pula setiap hasil survei tentu terbuka bagi multi interpretasi.
Selanjutnya silakan anda menyimak tayangan video ini dan mengomentarinya. Trims (MASH)
https://www.youtube.com/watch?v=VRncJ16g_FY
0 comments:
Post a Comment