Thursday, May 25, 2017

AWAS BAHAYA PROPAGANDA ANGGAP TERORISME PENGALIHAN ISU

KAMIS, 25 MEI 2017 , 17:48:00 WIB | LAPORAN: ALDI GULTOM



RMOL. Pemerintah dan aparat keamanan tidak boleh anggap remeh teori-teori konspirasi dan propaganda yang beredar di media sosial tentang "rekayasa" aksi teroris. Demikian disampaikan analis sosial-politik, Muhammad A.S. Hikam, kepada Kantor Berita Politik RMOL, beberapa saat lalu (Kamis, 25/5).

Dia menilai situasi masyarakat sangat terbelah dalam penanggulangan terorisme. Di satu pihak, ada kelompok yang ingin agar kelompok teroris diberantas dan aksi-aksinya diusut tuntas. Di sisi lain, ada kelompok yang meragukan aksi-aksi teror itu dan menganggapnya rekayasa alias pengalihan isu. Hal ini terutama tampak di media sosial. Contohnya dari tragedi Bom Kampung Melayu yang meledak kemarin malam.

"Sejauh itu masih di dalam medsos, tidak terlalu mengkhawatirkan karena isi medsos bisa apa saja. Tapi, jangan sampai yang ada di medsos itu betul-betul jadi paham publik. Kalau demikian, terjadi perpecahan dalam penanggulangan teror," tutur Hikam.

Dia menekankan, aksi-aksi teror di berbagai daerah sudah memakan banyak korban. Sasarannya pun jelas, yaitu aparat kepolisian. Fenomena ini sudah sangat menggelisahkan dan punya hubungan dengan aksi-aksi serupa di luar negeri

"Secara faktual teror ini berturut-turut terjadi, sebelumnya di Cirebon, Solo, Bandung, Bekasi, lalu di Pondok Aren dan seterusnya. Itu adalah riil. Yang jadi korban bukan hanya sipil tapi juga aparat keamanan. Mereka (teroris) sudah menggunakan alat-alat sederhana tapi mematikan," ucap Menteri Riset dan Teknologi di era Presiden Gus Dur ini.

Menurut dia, ada beberapa sebab mengapa sebagian publik percaya pada propaganda yang menyebut deretan aksi teror sebagai rekayasa atau upaya pengalihan isu. Selain komunikasi pemerintah yang kurang baik dengan publik, ada pula "counter" wacana dari kelompok-kelompok yang dekat dengan teroris. Situasi diperparah dengan masih banyaknya orang Indonesia yang menyukai teori konspirasi.

"Anda tidak boleh meremehkan kelompok radikal ini dalam menyebar propaganda. Kelompok fundamentalis itu jauh lebih laku dari moderat Islam. Kedua, kapasitas ISIS merekrut anak muda sudah dikenal seluruh dunia. Tolong jangan remehkan kemampuan mereka," tutur Hikam.

"Apalagi kita belum selesai dengan fenomena-fenomena aksi bela agama di Pilkada Jakarta. Counter-counter propganda masih banyak di medsos. Apapun mereka lakukan untuk mendelegitimasi nalar yang waras," tambah Hikam.

Bahkan, Hikam menduga, kelompok teroris mengetahui persis situasi psikologis publik di Jakarta yang lebih percaya desas-desus daripada fakta dan data.

"Mereka lakukan itu (teror) dengan menghitung akan muncul kelompok-kelompok yang meragukan teror itu riil," ungkapnya.

Karnan itu, Hikam mendesak pemerintah membangun komunikasi yang lebih baik dengan publik. Pemerintah dan Polri mesti lebih serius dalam menyatakan bahwa ancaman terorisme di Indonesia sebagai "real and present danger". [ald]
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS