Friday, May 26, 2017

PUISI PANGLIMA TNI & MASALAH INTEGRITAS BANGSA




 Oleh Dr. Sendy Widjaja
Kepala Unit Pembangunan Kebudayaan
Yayasan Putera Sampoerna, Jakarta


Saya sangat menghargai puisi berjudul "Tapi Bukan Kami Punya" yang dibacakan oleh Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo, pada RAMPIMAS Golkar di Balikpapan tanggal 22 Mei 2017. Puisi tersebut membangunkan sikap empati kepada para saudara – saudara kita yang belum merasakan buah dari pembangunan. Puisi tersebut mengingatkan kami bahwa saat ini masih banyak rakyat Indonesia yang bekerja keras dari pagi hingga malam hari, tetapi masih tidak memiliki apa – apa.

Saya membayangkan jika saya terlahir di dalam keluarga yang tidak dapat memberikan kebutuhan dasar, seperti pendidikan, karena tekanan ekonomi, saya hanya akan menghabiskan waktu saya dari pagi hingga malam hari di rumah-rumah ibadah karena tidak memiliki pilihan lain.

Jika pembicara di rumah ibadah tersebut memberikan harapan akan kehidupan yang lebih baik, maka saya akan sangat mungkin mendukung orang tersebut. Tentunya, keputusan ini pada saat dilaksanakan nantinya ada kemungkinan mengorbankan orang – orang yang tidak saya kenal secara langsung karena mereka dapat menikmati buah – buah hasil dari pembangunan kesejahteraan ekonomi di Indonesia.

Dari Pilkada Jakarta, dimana mayoritas (melebihi 50%) dari penduduk Jakarta memilih, kandidat karena latar belakang dan bukan karena program kerja merupakan sebuah indikator. Indikator bahwa di Ibukota RI, baru sekitar 43% yang dapat melihat dan menyadari perbedaan dari hasil pembangunan sedangkan sisanya masih belum sempat mengecap buah pembangunan di Ibukota RI selama 4 tahun terakhir ini, setelah menunggu berpuluh-puluh tahun.

Menjelang bulan Ramadhan ini, marilah kita menggunakan waktu kita yang singkat ini untuk lebih banyak berbagi kebaikan dan bukan menanamkan kecurigaan maupun emosi negatif lainnya. Marilah kita memupuk identitas bangsa Indonesia dengan integritas terhadap nilai-nilai Pancasila.
Integritas berarti melakukan apa yang seharusnya kita lakukan walau tidak ada yang melihat apalagi menghargai. Jika kita percaya keada Pancasila, kita perlu merealisasikan kelima silanya di dalam kehidupan keseharian kita.

Manusia Pancasila di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah manusia yang berke-Tuhanan dan menjunjung nilai-nilai Kemanusiaan yang Adil dan Beradab (berbudaya, beretika). Dengan modal KeTuhanan dan Peri kemanusiaan, segenap lapisan dan golongan bangsa Indonesia dapat bersatu. Jika terdapat perbedaan yang mendasar, ia akan dapat diselesaikan secara musyawarah sehingga dapat keadilan sosial dapat ditegakkan di bumi Indonesia.

Walau demikian ada pepatah Barat yang mengatakan “Whenever there is profit, virtue is taken lightly” yang berarti pada saat terdapat kemungkinan keuntungan bagi segelintir orang, nilai – nilai kebaikan terabaikan. Tentunya sebagai orang Indonesia yang mengutamakan Tuhan dan nilai – nilai kemanusiaan, keuntungan bukanlah segalanya. Benarkah?
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS