Saturday, March 24, 2018

KORUPSI DI DPR TAK PEDULI PARTAI OPOSISI



Argumen Hasto Kristiyanto (HK), Sekjen DPP PDIP, bahwa politisi partainya tak mungkin terlibat dalam skandal korupsi e-KTP, sangat patut untuk dikritisi. Dia mengajukan alasan bahwa PDIP merupakan partai oposisi pada saat program e-KTP tsb dilaksanakan di bawah pemerintahan Presiden SBY. (https://www.youtube.com/watch?v=MjgnPR9z1to&t=660s)

HK lupa, atau pura-pura lupa (?), bahwa tindak korupsi tidak mengikuti logika garis partai. Korupsi cenderung mengikuti logika "distribusi" di antara pelaku dan jejaringnya, TANPA mengenal batas partai. Bisa saja jumlahnya pembagiannya tak sama, tetapi yang penting semua pihak berpotensi kecipratan uang haram tsb.

Jika logika HK digunakan, maka korupsi yg dilakukan politisi perempuan PDIP beberapa waktu lalu, tentu hanya akan melibatkan anggota-anggota DPR dr parpol2 pendukung pemerintah. Tetapi faktanya, politisi PKS, yg pastinya berada di luar koalisi pendukung pemerintah, juga menjadi pihak penerima dan jadi terdakwa.

Demikian juga yang terjadi dengan skandal korupsi yang dilakukan Nazarudin beberapa tahun lalu, yang ternyata tidak hanya melibatkan para oknum dari partai Demokrat, tetapi juga partai2 lainnya - walaupun mereka masih dalam koalisi pendukung pemerintah.

Memang benar bahwa omongan Setnov di Pengadilan tipikor terkait para pentolan PDIP yang menerima uang proyek e-KTP masih harus DIBUKTIKAN. Tetapi bukan di situ poinnya. Kemungkinan terjadinya distribusi uang korupsi tak bisa hanya dibatasi oleh posisi politik dari parpol pihak2 yang terkait.

KPK dan aparat hukum lainnya harus menolak cara berdalih HK dan lebih mengikuti proses hukum yang berlaku. Saya setuju dengan statemen Presiden Jokowi (PJ) bahwa jika ada fakta dan bukti keterlibatan anak buah beliau di Kabinet, diroses hukum saja. Jika ternyata mereka tak terbukti tersangkut, maka Setnov harus bertanggungjawab juga!

BRAVO PJ..!!


Simak tautan ini:

Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS