Thursday, October 21, 2010

QUO VADIS PDIP, GARA-GARA IMING-IMING MASUK KIB

Oleh Muhammad AS Hikam
President University

Bagaimana jika PDIP benar-benar jadi bergabung dengan Setgab? Jawabannya mungkin seperti di bawah ini:

1. Why not, it's politics, Bung! Anything is possible.
2. Oh my God, No.... How could they do that?
hiks..hiks..
3. So what, gitu loh?!

Kalau anda menyimak reaksi terhadap kabar tentang kemungkinan PDIP bergabung dalam Setgab (dan tentu saja diganjar kursi di KIB II pasca Reshuffle nanti), maka setidaknya ada tiga kubu yang bisa kita lihat: Pertama, kubu "realis" yang menganggap masalah gabung menggabung ini adalah soal biasa saja dalam politik. Apalagi politik di Indonesia di mana semua bisa saja diatur dan diberikan alasan (soal masuk akal atau tidak, itu tidak penting).  Contoh: kalau PKS saja bisa koalisi dengan PDS (kendati sementara) untuk memenangkan Pilkada di Papua, kenapa PDIP tak bisa gabung dengan koalisi parpol untuk membuat partai yang dipimpin mBak Mega tidak kehabisan "bensin"?

Kedua, ini adalah kubu "idealis" yang masih percaya bahwa ideologi sangat penting sebagai perekat keutuhan partai dan, karenanya, menjadi oposisi terhadap Pemerintahan SBY sangat penting. Apalagi PDIP juga berkepentingan mengembangkan sebuah sistem demokrasi yang berprinsip "checks and blanaces". Secara strategis, lagian, buat apa PDIP ikut-ikutan Setgab ditengah jalan? Bukankah dulu mBak Mega berjuang keras (katanya sampai menangis segala?) "melawan" keinginan Pak Taufik Kiemas (TK) utk ikut gabung denga Partai Demokrat? Bagaimana pula dengan jutaan Banteng Gemuk di Jateng, Jatim dan Jabar yang akan berpotensi mengamuk kalau dicampur dengan Golkar? Walhasil, lebih banyak ruginya ketimbang untungnya bagi PDIP kalau jadi bagian Setgab.

Ketiga adalah kubu "apatis" yang cuek bebek karena sudah capek, empet dan enek dengan kelakuan elite politik, parpol, DPR, Pemerintah, dan semua yang terkait elite. Jadi kalau PDIP mau gabung atau mau tidak gabung, gak ngaruh. Tetap saja nanti rakyat miskin tetap miskin. Anggota DPR tetap akan ngelencer ke luar negeri dibiayai uang rakyat, korupsi tetap assoy, dan rekening gendut Polri tetap tertutup, KPK juga akan terus diobok-obok. Bagi  PDIP, gabung dan tidak gabung juga sama saja mutunya, yaitu tetap mlempem, karena elite partai ini toh  tetap saja adalah gerontokrasi (orang-orang jadul). Kalaupun di PDIP katanya banyak anak muda, ternyata setelah menjadi anggota DPR juga tidak terlalu beda dengan yang tua-tua. Memangnya, apa sih yang sudah dan sedang diperbuat oleh Budiman Sudjatmiko dkk? Oahemmm... cuek aja, EGP (emang gue pikirin)!

Saya tidak tahu anda termasuk kubu yang mana dari ketiga pilihan tersebut. Tetapi di manapun anda berada, semuanya menunjuk ke arah satu fenomena: Bahwa PDIP sebagai sebuah parpol besar, kini sedang kehilangan orientasi dan greget. Karena itu ia cenderung semakin dijauhi orang. Makanya, pertanyaan yang sangat pokok bagi partai berlambang Banteng gemuk dan bermoncong putih itu adalah: QUO VADIS?? Mau di bawa ke mana partai ini?


Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS