Monday, November 1, 2010

MENUJU PILPRES 2014 (BAGIAN I): PRABOWO SUBIANTO

Oleh Muhammad AS Hikam
President University


Kalau dilihat dari sisi hari H nya, memang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (selanjutnya disebut Pilpres) masih empat tahun  lagi. Tetapi bagi para kandidat atau calon kandidat sebenarnya waktu empat tahun yang masih tersisi tidaklah terlalu lama. Sisa waktu efektif bagi Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), menurut hemat saya, paling lama adalah sampai tahun 2012, dengan pertimbangan bahwa pada 2013 semua parpol dan para pengharap untuk jadi kandidat sudah akan sibuk mematut diri dan bahkan berkampanye dini. Ditambah lagi dengan penampilan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II yang lamban dan ogah-ogahan (lackluster) pada setahun pertama ini, maka dua tahun berikutnya tampaknya tidak akan terjadi sebuah kejutan, walaupun Reshuffle sudah dilakukan. Katakanlah KIB II pada 2011-2013 penampilannya maksimum tidak akan membuat kejutan, dan minimum benar-benar akan menjadi Kabinet  yang  letoy alias lame duck.

Dengan asumsi bahwa situasi politik tetap relatif stabil seperti sekarang, maka skenario yang terbaik adalah bahwa para Capres 2014 harus mulai memasarkan diri kepada publik Indonesia tahun ini atau paling lambat pertengahan tahun depan. Itulah sebabnya langkah yang diambil oleh Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto (PS), menurut pandangan saya, sangat tepat. Langkah strategis melakukan penggabungan dengan partai-partai gurem oleh Gerindra adalah ancang-ancang bagi terbentuknya koalisi besar dari kekuatan parpol kecil yang tercerai berai karena aturan electoral and parliamentary thresholds (EPT) yang diterapkan sejak Pemilu paska Reformasi dan akan cenderung lebih tinggi lagi untuk Pemilu 2014 nanti. Langkah "testing the water" dari PS dengan mengumumkan secara informal niatnya menjadi Capres, saya kira juga bagus kendati hampir semua orang Indonesia sudah tahu bahwa beliau pasti akan menjadi Capres dari Partai berlambang kepala Garuda tersebut.

Pertanyaannya adalah, 1) sejauhmana kans PS sebagai Capres dan 2) bagaimana serta kearah mana Indonesia akan dibawa jika beliau benar-benar terpilih pada Pilpres 2014 nanti? Pertanyaan pertama, cukup mudah untuk dijawab: PS adalah kandidat Capres yang paling kuat di antara yang bisa diperkirakan akan muncul. dipandang dari beberapa aspek. PS adalah generasi yang relatif muda tetapi masih mengalami periode Orla maupun Orba. Bahkan beliau adalah salah satu pemain kunci (key players) dalam drama politik paska Soeharto mengundurkan diri dengan segala dinamika yang kemudian harus dialaminya. Kembalinya PS dalam kancah perpolitikan nasional pada 2009 dengan mendirikan Partai Gerindra bukanlah sebuah kerja "dadakan" sebagaimana beliau sampaikan (untuk sopan santun politik), tetapi sebuah langkah yang sangat diperhitungkan dengan matang. Memang Gerindra gagal dalam mengusung beliau sebagai Capres dan harus puas sebagai Cawapres mendampingi Megawati Soekarnoputri (MS) pada peilpres 2009, tetapi publik tahu bahwa kehadiran PS hanyalah, ibarat pertunjukan wayang, sebuah "kembangan" semata. Demikian juga ketidak berhasilan Gerindra mendapatkan kursi DPR sebanding dengan biaya yang dikeluarkannya, tidak terlampau menjadi masalah karena bagaimanapun ia adalah parpol baru.

PS juga merupakan sosok yang dalam psyche publik Indonesia yang sedang paceklik pemimpin saat ini dianggap cocok. Latarbelakang sebagai jenderal dan ditopang dengan kemampuan finansial yang sangat kuat, usis yang realtif muda, serta kapasitasnya yang dekat dengan kalangan masyarakat sipil, tampaknya adalah gabungan yang hanya beliau sendiri yang memiliki untuk sementara ini. Satu faktor lagi yang sangat penting dalam pencalonan Presiden adalah dukunga parpol yang memiliki jejaring di seluruh tanah air, yang jelas dimiliki oleh PS. Dari persyaratan ini maka PS kemungkinan besar merupakan "petarung" terkuat setelah Pak SBY tidak akan lagi maju sebagai capres karena aturan perundang-undangan yang tidak memperbolehkannya.

Untuk pertanyaan kedua, jawabannya masih buram. Gerindra, kendati sarat dengan retorika dalam kampanye bahwa ia adalah partai yang berorientasi kerakyatan dan pro kemandirian bangsa serta anti terhadap dominasi kekuatan ekonomi asing, tetapi dalam praktik hampir tidak ada bedanya dengan yang lain. Selama setahun terakhir, kiprah legislator Gerindra baik di Pusat maupun Daerah menurut saya setali tiga uang dengan parpol koalisi, kendati partai ini menyatakan bukan bagian dari koalisi. Kiprah anggota DPR-RI dari Gerindra juga tidak terlalu membuat rakyat terpesona, malahan dalam kasus kontroversial pembangunan Gedung DPR, salah satu pimpinan Gerindra Pisu Lustrilanang adalah yang berada di garis depan mendukung gagasan yang sangat tidak populer itu. Demikian pula, kegamanagan Partai Gerindra menghadapi Partai Demokrat dan koalisinya sangatlah kentara sepbagaimana diperlihatkan oleh berbagai kasak-kusuk adanya deal antara PS dengan PD. Terakhir bahkan muncul rumor kemungkinan masuknya tokoh Gerindra dalam KIB II hasil reshuffle!

Dengan demikian, saya lebih melihat bahwa orientasi kemana Indonesia nanti lebih ditentukan oleh pribadi PS dan bukan Partai Gerindra. Partai ini masih akan seperti partai-partai lain yaitu mesin politik untuk memobilisasi massa, namun kering dalam pembuatan sistem. Karenanya saya berpendapat bahwa arah Indonesia akan sangat ditentukan oleh cara pandang paradigmatik SP dan beberapa inner circlenya seperti Fadli Zon. Jika ini benar, maka saya cenderung melihat bahwa Presiden Prabowo Subianto akan berorientasi kepada sebuah sistem negara kuat dan pemimpin yang kuat bahkan bukan tidak mungkin "semi otoriter", sebagaimana yang ditampilkan oleh sosok Vladimir Putin di Russia setelah tumbangnya sistem komunis dan Republik Soviet. Retorika pro-rakyat dan anti-asing akan efektif untuk mobilisasi massa, apalagi ketika kemiskinan dan pengangguran menjadi isu terpenting dalam beberapa tahun ini dan ke depan. Demikian juga, paradigma ini akan sangat laku di kalangan pendukung Pak Harto, termasuk TNI dan Polri dan ormas-ormas yang dulu menjadi bagian Orba. Nasionalisme akan menjadi  kata kunci (seperti di Russia saat ini) dalam pemerintahan Presiden SP, dengan mana kawan dan lawan akan "didefinisikan" dan dibayangkan reaksi atasnya. Presiden PS juga akan mengefektifkan pendekatan-pendekatan keamanan sebagai strategi pasifikasi terhadap oposisi.

Lalu bagaimana dengan demokrasi hasil gerakan Reformasi? Saya tidak terlalu berharap akan terjadi sebuah kesinambungan (sustainability), pelanjutan (continuity) dan pendalaman (deepening) proses demokratisasi yang telah dirintis oleh Pak SBY. Mahasiswa dan masyarakat sipil akan cenderung dikontrol demi peningkatan kesejahteraan ekonomi dan keamanan nasional. Kemungkinan pola pembangunan ala Thaksin Sinawatra, mantan PM Thailand, yang pro-petani di bawah dan konglomerasi di tingkat atas akan dipakai oleh Presiden PS. Jika Partai Gerindra mampu memperoleh kursi cukup signifikan di Parlemen, maka hal itu akan lebih efektif. namun jika tidak, bukan tidak mungkin Gerindra akan membuat koalisi dengan Parpol yang memiliki kecenderungan ideologis yang tak terlalu berbeda, yaitu nasionalis dan/atau pragmatis seperti PDIP dan Golkar. Indonesia akan kembali ke jalan sebelumnya, yaitu pertumbuhan ekonomi yang ditopang oleh keamanan nasional yang kokoh dengan kepemimpinan figurehead yang kuat.

Apakah dengan model  ini Indonesia akan bangkit dan merengkuh cita-cita sebagaimana diamanatkan Konstitusi? Kita tunggu saja bagimana publik Indonesia akan menentukannya pada 2014 nanti. Wallahua'lam.


Link:

(http://www.detiknews.com/read/2010/10/30/220251/1479938/10/keterbukaan-prabowo-jadi-capres-patut-diteladani)
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS